BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Massalah
Banyak hal yang dapat
kita lihat dan kita alami dalam hidup ini. Hal-hal yang kita lihat dan kita
alami ini sering kita sebut dengan pengalaman yang terkadang begitu dalam
menyentuh perasaan dan kadang pula tidak. Sebagian membiarkannya berlalu dan
sebagian lagi ada yang menuangkannya dalam bentuk prosa. Prosa adalah karya
sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi.
Dalam
penciptaan sebuah prosa, kita harus mengetahui beberapa hal yang berhubungan
dengan prosa seperti mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Namun pada kenyataan di lapangan para penyair
baru maupun pencipta sebuah karya prosa kurang memahami mengenai hal penting
tersebut. Untuk itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah
tersebut, agar bibit- bibit pencipta prosa dapat membuat sebuah karya dengan
baik dan indah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1
Apakah pengertian dari prosa ?
1.2.2
Unsur-unsur apa sajakah yang ada dalam
sebuah prosa ?
1.2.3
Bagaimanakah hasil analisis unsur
intrinsik dalam sebuah prosa?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini antar lain :
1. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan apresiasi sastra Indonesia.
2. Agar
para mahasiswa khususnya calon guru bahasa Indonesia dapat mengetahui lebih
terperinci tentang unsur intrinsik sebuah prosa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Prosa
Prosa adalah karya sastra
yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Dalam buku pengantar Seni Sastra
Slamet Mulyana mengemukakan istilah prosa berasal dari bahasa Latin “Oratio
Provorsa” yang berarti ucapan langsung, bahasa percakapan, sehingga prosa
berarti bahasa bebas, bercerita, ucapan langsung. Secara etimologis ini maksudnya
ialah mengungkapkan apa yang ia rasakan, diketahui dan dimaksudkan pengarang,
diucapkan dengan bahasa yang langsung dan bebas, tidak memerlukan bahasa yang
rumitseperti puisi.
Prosa
yang bersifat sastra haruslah memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara
bentuk dan isi, kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan. Jadi, dapat
disimpulkan prosa adalah karangan bebas yang mengekspresikan pengalaman batin
pengarang mengenai masalah kehidupan dalam bentuk dan isi yang harmonis yang
menimbulkan kesan estetik.
2.2
Unsur Pembangun Prosa
Sebagai cerita fiksi, novel mempunyai unsur-unsur cerita
baik intrinsik maupun ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar unsur inilah yang
membuat sebuah novel terwujud. Unsur intrinsik yang dimaksud meliputi tema, plot,
penokohan, setting atau latar. Sudut pandang, dan amanat.
a.
Tema
Menurut
KBBI (2007: 1164) tema adalah pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan,
dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak).” Sedangkan menurut Stanton
(2007: 36) “tema merupakan aspek yang sejajr dengan makna dalam pengalaman
manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.”
Burhan
Nurgiyantoro (2010: 25) menyatakan bahwa “tema adalah sesuatu yang menjadi
dasar cerita, tema dapat bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.”Senada
dengan pendapat tersebut, Kosasih (2008: 223) menyatakan bahwa “tema adalah inti atau ide dasar
sebuah cerita .”
Dengan demikian,
tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya
novel. Gagasan dasar umum inilah yang
tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk
mengembangkan sebuah cerita.
Berdasarkan pendapat
para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gaagasan utama
dalam suatu cerita yang digunakan sebagai dasar pengembangan sebuah cerita yang
digarap oleh pengarang agar ceritanya itu tidak keluar dari gagasan awal yang
telah ditentukan sebelumnya.
b.
Alur
(Plot)
Menurut
Sayuti (dalam Wiyatmi, 2009: 36) “alur atau plot adalah rangkaian peristiwa
yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
awal, tengah, akhir.” “Alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun
cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita” (Semi, 2004:43). Selanjutnya,
Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010:113) menyatakan bahwa “plot adalah
cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.”
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah urutan peristiwa
atau kejadian dalam sebuah cerita yang saling berkesinambungan antara peristiwa
yang satu dengan yang lainnya.
Plot
dalam sebuah karya sastra tidak selalu menyajikan cerita berdasarkan pada
urutan waktu cara secara kronologis.
Akan tetapi, terkadang akhir sebuah
cerita terletak di awal atau di tengah cerita. Jadi, tidak selalu awal sebuah
cerita merupakan awal sebuah cerita, bisa jadi terletak dimanapun tergantung
pada kemauan pengarang.
Burhan
Nurgiyantoro (2010:142) menyatakan secara teoritis tahapan sebuah plot sebagai berikut :
a)
Tahap
awal, tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Pada umumnya berisi sejumlah
informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada
tahap berikutnya, misalnya berupa penunjukkan atau pengenalan latar seperti
nama tempat, suasana alam, dan waktu kejadian (pendeskripsian setting). Pada
tahap ini tokoh diperkenalkan, baik deskripsi fisik atau sedikit disinggung
perwatakannya. Jadi, fungsi utama tahap awal yaitu untuk mendeskripsikan latar
dan penokohan.
b)
Tahap
tengah, disebut juga tahap pertikaian atau tahap komplikasi. Konflik-konflik
yang sudah mulai muncul di bagian awal cerita semakin meningkat.
c) Tahap akhir, disebut juga tahap peleraian, menampilkan
adegan-adegan tertentu sebagai akibat klimaks, tahap ini disebut dengan
denoument atau penyelesaian. Tahap ini berisi bagaimana akhir
sebuah cerita, penentuan nasib seorang tokoh.
c.
Tokoh
dan Penokohan
Dalam
pembicaraan Fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan
penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara
bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah
tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama. Istilah “tokoh“
menunjuk pada orangnya, pelaku ceritanya. Sedangkan watak, perwatakan, dan
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh
pembaca, lebih menunjuk kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi
sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yang menunjuk
pada penempatan tertentu dalam sebuah cerita.
Dengan
demikian istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya dari pada “tokoh” dan
“perwatakan” sebab ia mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan, dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Burhan
Nurgiyantoro, 2010 : 166)
Dilihat
dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh
yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa
mendoninasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama
cerita. Dan tokoh yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh
yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan
tokoh yang paling banyak diceritakan. Dipihak lain, pemunculan tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut
Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010: 178) Jika dilihat dari fungsi
penampilan tokoh, maka tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh
protagonist dan tokoh antagonis. Tokoh pritagonis yaitu tokoh yang kita kagumi,
yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawatan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh
antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik.
Secara garis besar “teknik pelukisan tokoh dalam suatu
karya dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu teknik ekspositori dan teknik
dramatik.”
(Alternberg dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 194 ).
1) Teknik
ekpositori
Teknik
ini sering disebut dengan teknik analitis. Pelukisan tokoh cerita dilakukan
dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh
pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja
dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.
2) Teknik
dramatik
Penampilan
tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilakan pada
drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik
secara verbal maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Penampilan
tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu sebagai
berikut :
a) Teknik
cakapan
Percakapan yang
dilakukan oleh tokoh biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh
yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel
umunya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang.
Menurut
Fadlan (2010: 63) “teknik cakapan tercakup ragam duolog dan monolog. Duolog
adalah cakapan antara dua orang saja, sedangkan dialog merupakan percakapan yang dilakukan seorang tokoh dengan banyak
tokoh.”
Teknik
cakapan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Rudio menata
kursi bagi ayahnya. Mereka hanya berdua karena Bu Gono langsung ke dalam
mengambil teh.
“Jadi kau
tinggal bersama bibimu di sini?”
“Ya, Ayah…”
“Sekolahmu
?”
“Di STM,
kelas tiga. Empat bulan lagi ujian.”
“Syukurlah.
Dan adik-adikmu?”
“Tini
tinggal bersama ibu. Dia hanya menamatkan SMP.”
“Dan Tono
meninggal?”
“Benar,
Ayah. Sudah satu tahun. Saya dilarang memberi kabar kepada Ayah. Hanya akan
menambah beban pikiran Ayah, begitu kata Ibu.”
“Oh ya, tak
mengapa. Seorang seperti Ayah ini sudah terlalu sering mengalami hal yang
menyedihkan. Lupakan itu. tetapi dimana pamanmu? Tampaknya kok sepi-sepi saja?”
(Kubah: 29).
Cakapan
itu adalah percakapan antara Karman dengan anaknya Rudio, anak lelakinya yang
telah ditinggal selama dua belas tahun karena dipenjara di pulau B. Melalui
cakapan tersebut, membesitkan hubungan yang akrab antara ayah dan anak,
sekaligus menunjukkan sifat kebapakan tokoh Karman yang
menaruh perhatian pada keluarganya yang selama itu
ditinggal.
b) Teknik
tingkah laku
Teknik
tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat non verbal. Apa yang
dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal dapat
dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang
mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c) Teknik
pikiran dan perasaan
Bagaimana
keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan
serta apa yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya
jua. Bahkan, pada hakikatnya , tingkah laku, pikiran dan perasaanlah yang
kemudian diejawatahkan menjadi tingkah laku verbal dan non verbal itu. dengan demikian teknik pikiran dan perasaan
dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu
sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.
d) Teknik
arus kesadaran
Teknik
ini berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat
dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama
menggambarkan tingkah laku batin tokoh.
‘Teknik
arus kesadaran
merupakan cara penceritaan untuk menangkap dan melukiskan perkembangan
karakterisasi, dimana persepsi bercampur dengan kesadaran,
kenangan dan perasaan.
Teknik jenis ini biasanya muncul dalam cakapan batin yang berupa monolog dan solilokui. Ragam monolog adalah cakapan batin
yang seolah-olah menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah lampau,
peristiwa-peristiwa, dan perasaan-perasaan yang sudah
terjadi atau bahkan yang sedang terjadi. Sedangkan ragam solilakui merupakan
ragam cakapan batin yang menyarankan hal-hal, tindakan-tindakan, kejadian-kejadian,
perasaan dan pemikiran yang masih akan terjadi atau mendasari pikiran yang akan
datang.’ (Fadlan
Wahyudi, 2010 :66).
e) Teknik
reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh
dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan,
kata, sikap-tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari
luar diri tokoh yang bersangkutan.
f) Teknik
reaksi tokoh lain
Reaksi tokoh lain
dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama,
atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap,
komentar, dan lain-lain.
g) Teknik
pelukisan latar
Suasana
latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan
suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang
telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu,
memang dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca.
h) Teknik
pelukisan fisik
Pelukisan
keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang
terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki
bentuk fisik yang khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinnatif.
d.
Setting
atau Latar
Menurut
Abram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 216) “latar atau setting sering juga disebut
juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Sedangkan
menurut KBBI (2007: 643) “latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.”
Burhan
Nurgiantoro (2010: 227) mengemukakan bahwa latar terdiri dari tiga unsur pokok
yang meliputi latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu
berhubungan dengan masalah “kapan“ terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Latar sosial yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar itu adalah tempat terjadinya
suatu peristiwa dalam suatu karya sastra yang mencakup latar fisik, sosial, dan
waktu.
e.
Sudut
Pandang atau Pusat Pengisahan
“Sudut
pandang dalam karya fiksi (novel) mempersoalkan siapa yang menceritakan atau
dari posisi mana peristiwa atau tindakan itu dilihat.”(Burhan Nurgiyantoro, 2010:
246).
Menurut
Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 248) sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dapat digunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembacanya.
Sedangkan
menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2010: 246) sudut pandang merupakan teknik
yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya
artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.”
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang atau pusat
pengisahan yang ada dalam sebuah cerita terdapat hubungan antara pengarang
dengan alam fiktif ceritanya sehingga dapat diketahui posisi pengarang di dalam
cerita.
Burhan
Nurgiyantoro (2010: 256) membedakan sudut pandang menjadi tiga macam yaitu:
(a)
Sudut
pandang persona ketiga “Dia”
Pengisahan
cerita yang menggunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “Dia”, pengarang adalah seseorang yang berada di
luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata
gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh utama khususnya yang utama, kerap
atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti.
(b)
Sudut
pandang persona pertama “Aku”
Dalam
pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama, “Aku”,
pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “Aku”
tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan
peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.
(c) Sudut
pandang campuran
Penggunaan
sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel berupa penggunaan sudut pandang
persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat. Persona
pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan. Bahkan
dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga.
f.
Amanat
Karya
sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau
pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau
topik cerita ada kalanya diselesaikan secara positif ataupun secara negatif.
Dari karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan
yang ingin disampaikan pengarang. Hal itulah yang disebut dengan amanat.
Menurut
KBBI (2007: 37) “amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca atau pendengarnya.” Sejalan dengan pengertian tersebut, Burhan
Nurgiyantoro (2010: 322) juga mengatakan bahwa “amanat adalah pesan atau hikmah
yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun
panduan hidup.” Melalui cerita,sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah
pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan dan yang diamanatkan.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra yang diciptakan.
g.
Gaya
Bahasa
Menurut KBBI (2007:
340) Gaya Bahasa adalah “pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis atau cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan
dalam bentuk tulis atau lisan.”
Sedangkan menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 237) “gaya
bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana
seseorang pengarang mengungkapkan suatu yang akan dikemukakan.” Senada dengan pendapat di atas, Leech dan Short (dalam
Nurgiyantoro, 2010: 277) “gaya bahasa menyaran pada pengertian cara
penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk
tujuan tertentu.”
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang
mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mewakili kepribadiannya melalui
pemakaian bahasa yang khas.
2.3 Analisis Unsur Intrinsik Prosa
a. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bumi
Cinta Karya
1.
Tema
Kisah seorang pria berkewarga negaraan Indonesia yang bernama Muhammad
Ayyas yang dikisahkan menjadi seorang peneliti di MGU,yang mendapat banyak
cobaan saat berada di Moskwo-Rusia.
2.
Alur/Plot
Alur cerita Kang Abik berlalu begitu enak untuk diikuti. Tidak seperti AAC
dimana tokoh utamanya masuk penjara. Kali ini Ayyas bebas dari tuduhan fitnah
karena berhasil memiliki alibi yang cukup kuat. Ceritanya memang mengasyikkan
pembaca. Di tutup dengan happy ending -meski
Linor meninggal- dan dibumbui dengan keberhasilan Ayyas mendakwahkan Islam di
Rusia. Namun, masih saja banyak alur yang perlu diperjelas agar lebih utuh
novel ini.
Alur yang terdapat dalam cerita ini adalah
1)
Alur maju : Di alur maju ini kang abik
bercerita tentang apa yang akan di laksanakan selama ayyas berada di rusia.
Contohnya: Dan beberapa saat kemudian mulai memasuki pusat kota moskua.
2)
Alur mundur : Di alur ini kang abik
menceritakan tentang pada saat Ayyas masih duduk di bangku sekolah.
Contohnya: Ah,iya iya,dulu sejak SMP sempat di juluki bandit kecil sama ibu
Tyas. Beberapa tahun yang lalu, aku di panggil sama ulama itu diajak ngobrol.
3.
Latar/Setting
Ø Latar Waktu
a)
Pagi
·
Setiap kali Yelena mengajak berbicara di
pagi hari sebelum Yelena berangkat kerja
·
Pagi itu adalah subuh ketiga Ayyas di
Moskwa
·
Sudahlah tak perlu berdabat kita nikmati
saja keindahan pagi ini
·
Pagi itu,pukul sembilan kurang seperempat
Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU.
b)
Siang
·
Siang itu Moskwa terasa lebih cerah dari
biasanya
·
Hidangan makan siang itu ditutup dengan
bauh-buahan
c)
Malam
·
Sudah saatnya ia pulang .kliennya sedang
makan malam
·
Tengah malam itu salju tidak turun
d)
Musim
·
musim dingin
“semua berpadu menjadi
sihir kota Moskwa di musim dingin“.
·
musim semi
“akhirnya awal musim
semi datang”.
e)
Hari jum’at
·
hari itu hari jum’at musim dingin masih
bertahan
Ø Latar Tempat
a)
kota Katedral
·
kota katedral itu seolah di selimuti jubah
ihram orang-orang suci.Moskwa seolah memamerkan kaindahan sihirnya di musim
dingin
b)
apertemen
·
akhirnya mereka sampai di depan pintu
apertemen yang sering disebut kwartira.
c)
ruangan
·
begitu pintu dibuka nampak ruangan foyer
yang terasa hangat.
d)
sofa
·
duduk termangu di sofa kamar President
Soite Hotel tverskaya Inn.
e)
cermin
·
Yelena bangkit dan berdiri di depan cermin
besar.
f)
ruang tamu
·
Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan
makan bersama Yelana.
g)
dapur
·
ia beranjak ke dapur yang menyatu dengan
ruang tamu.
h)
taman
·
melewati sebuah taman kecil,tiba-tiba Yelena
berhanti.
i)
stasiun
·
mereka berdua sudah sampai di gerbang
stasiun Metro Smolenskaya.
·
beberapa menit kemudian Metro berhanti di
Stasiun Kentversilet.
j)
restoran
·
Pak Joko mengajak Ayyas memasuki Restoran
Iyudi yang letaknya manghadap kanal untuk makan siang.
k)
pasar Vietnam
·
setelah itu ia berangkat menuju pasar
Vietnam bersama Pak Joko Santoso.
l)
mobil
·
Doktor Anastasia mempersilahkan ayyas
untuk masuk ke mobilnya dan duduk di sampingnya.
m)
kota Berlin
·
dengan menggunakan kereta Linor pergi
meninggalkan Kiev menuju berlin.
n)
masjid Prospek Mira
· masjid Prospek Mira penuh sesak oleh jamaah shalat jumat.
o)
pesawat
·
di atas pesawat dalam perjalanan pulang
menuju Moskwa Devid mencium kening Yelena.
p)
kota Moskwa
·
kota moskwa nampak molek seumpama seorang
yang begiu segar.
Ø Latar Suasana
a)
sedih
·
sebentar kemudian tangisnya pecah.ia
merasa sedih telah mangkhianati dirinya.
·
pagi itu Ayyas merasakan kesedihan luar
biasa
·
“o”tidakkkkkkk! Tiba-tiba Linor menjerit
dan menangis pilu atas kesedihannya.
b)
rindu
·
kerinduan pada buah hatinya itu pun
memuncak.
·
rasa haru dan rindu kepada ibu kandungnya
hadir begitu saja seolah berhembus menembus dada Linor sampai relung hat paling
dalam
c)
kaget
·
Ayyas kaget bukan kepalang mendengar bahwa
Yelena karena pernah memeluk agama Islam
d)
bahagia
·
Ayyas merasakan kebahagiaan luar biasa
bahwa akhirnya ia melihat sebuah Masjid.
e)
Marah
·
mendengar kata-kata yang sangat memusuhi
dan mengintimidasi itu kamarahan Ayyas semakin bertambah.
·
Anastasi benar-benar marah bercampur malu
pada Ayyas.
4.
Sudut Pandang
a. Orang pertama
·
Karena dalam novel tersebut pengarang
banyak bercerita tentang pengalaman dan memakai kata ganti dia.
b. Orang ketiga
·
Karena dalam novel tersebut menggunakan
gaya nama orang.
5.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan yaitu gaya
bahasa ironi.
6. Tokoh
dan penokohan
Dalam novel Bumi
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, teknik ekspositori (analitik) dan
teknik dramatik dapat kita lihat melalui penjelasan di bawah ini:
(1)
Tokoh utama
(a)
Muhammas Ayyas
Muhammad
Ayyas adalah tokoh yang baik, taat beragama, cerdas, gagah, ganteng, tinggi,
dan ia juga memiliki sifat melankolis. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
berikut:
·
“Yas,
kamu membuat aku pangkling. Sudah
Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih
ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
“Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu
kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan
lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa kar;Bena kamu sering makan daging unta
waktu kuliah di Arab sana?” (Bumi Cinta, 2011: 11).
Dari
`kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Ayyas yang dulu berbeda dengan
Ayyas yang sekarang. Dia banyak mengalami perubahan secara fisik. Dalam kutipan
tersebut, pengarang menggunakan teknik fisik tokoh untuk mengetahui ciri fisik
yang dimiliki Ayyas. Bentuk fisik Ayyas sekarang lebih gagah dan ganteng, tidak
seperti dulu kecil dan kerempeng.
·
“Ayyas
terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelena di ruang tamu. Yelena
mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Ayyas. Pemuda yang pernah kuliah
di Madinah itu banyak menunduk, ia berperang melawan dirinya sendiri, berusaha
sekuat tenaga untuk menjaga pandangan” (Bumi Cinta, 2011: 50).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuat iman Ayyas, sehingga ia pun
mampu menjaga imannya dari wanita cantik yakni Yelena yang ada dihadapannya.
·
“Ayyas
terus terisak. Isakkan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya
akan tersayat hatinya. Isakan seorang pecinta sejati, yang mencintai kekasihnya
karena Allah pula. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seorang
pecinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Taa’ala” (Bumi
Cinta, 2011: 545).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa sedihnya dan romantisnya Ayyas
ketika melihat Linor dalam keadaan Linor yang sedang sekarat. Air mata pun
terus mengalir tatkala ia memandangi wajah Linor. Pada kutipan ini pengarang
menggunakan teknik ekspositori yaitu secara langsung menggambarkan sifat Ayyas
yang sedih karena kehilangan Linor, dan teknik dramatik yang berupa teknik
reaksi tokoh Ayyas terhadap kejadian yang telah dilihatnya.
(2)
Tokoh bawahan
(a)
Yelena
Yelena
adalah tokoh yang baik, melankolis, dan juga cantik. Namun, akibat dari
ketidakadilan yang dialaminya, ia menjadi seorang penjaja cinta dengan menyamar
menjadi gulde bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan berikut:
·
“Dialah
yang paling tahu apa yang terjadi pada batin dan jiwanya. Ia bahkan merasa
sudah tidak lagi menjadi manusia yang sepenuhnya manusia. Rupanya memang
cantik. Ia paham betul itu. namun jiwanya terus mengerang kesakitan. Ia jauh
lebih memahaminya. “Yelena, Yelena, apa yang kau cari selama ini?” Ia terus
bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Sudah tiga tahun ia merasa tidak menjadi
manusia. Sejak ia sampai di Moskwa dan bekerja menjamu hidung belang,
sebagaimana yang baru saja dilakukannya dengan kliennya, ia merasa telah hilang
kehormatannya sebagai manusia. Sering kali jiwanya menggugat. Hatinya merintih
dalam diam. batinnya bahkan sudah sangat kesakitan ingin berhenti. Akal
sehatnya ingin kembali hidup bersih, seperti saat ia merasakan damai dan
bahagia bersama keluarganya dulu” (Bumi Cinta, 2011: 44).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuatnya harapan Yelena ingin
kembali hidup normal seperti dulu lagi. tetapi semua sudah terjadi, ia pun kini
menjadi wanita jalang yang hina dihadapan manusia.
·
“Cantik
ya Yas? Ada darah Finland dalam dirinya. Kau beruntung. Kau akan tinggal satu
apartemen dengannya. Gunakan kesempatan sebaik-baiknya” (Bumi Cinta, 2011: 30).
Dari
kutipan di atas, kita dapat melihat pandangan Devid tentang kecantikan yang
dimiliki oleh Yelena.Perlu diketahui, dari kedua kutipan di atas pengarang
melukiskan tokoh Yelena menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan
tokoh yang menggambarkan fisik Yelena yang cantik dan arus kesadaran, karena
Yelena melakukan monolog dengan dirinya sendiri, sebenarnya siapa dirinya ini.
·
“Aku
sangat heran pada orang yang hatinya telah jadi batu. Dalam keadaan sekarat ia ditolong
oleh Tuhan, diberi kesempatan hidup, masih juga tidak percaya kepada Tuhan!”
Sahut Ayyas dengan suara agak keras.
“Yang kau maksud itu aku?” kata Yelena.
“Siapa lagi?
Jawablah dengan jujur Yelena, ketika kau dalam keadaan kritis, dalam keadaan sekarat,
hampir mati saat itu. Apa yang kau ingat? Siapa yang kau sebut namanya untuk
kau mintai pertolongan? Jawablah dengan jujur, Yelena!”
Yelen terdiam.
wajahnya berubah. Tubuhnya bergetar. Ia teringat saat ia sekarat tiada berdaya
apa-apa, dan saat itu ia merasa nyawanya sudah samapi ditenggorokan mau
melayang. Ia menyebut-nyebut Tuhan. ia minta tolong kepada Tuhan. Mata Yelena
berkaca-kaca. Tapi mulutnya bungkam tidak bicara (Bumi Cinta, 2011 : 295-296).
Dari
kutipan di atas, kita perlu ketahui bahwa Yelena sangat tersentuh atas
penjelasan Ayyas. Dia tidak pernah menyadari bahwa selama ini yang telah
menolongnya adalah Tuhan. perlu diketahui bahwa teknik yang digunakan pengarang
untuk melukiskan tokoh Yelena adalah menggunakan teknik pelukisan perasaan tokoh.
Yakni mengenai masalah yang dihadapi oleh Linor tentang kepercayaan terhadap
Tuhan.
(b)
Linor
Linor
adalah seorang jurnalis, cantik, sekaligus jahat. Dia merupakan tokoh yang cuek
dengan orang di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·
“Linor
tidak mau bergabung saat ia ngobrol sambil minum the dengan Yelena. Kalau
ketemu Linor hanya say hello lalu
masuk ke kamarnya. Kalau tidak bekerja, Linor lebih asyik main musik di
kamarnya. Terkadang main piano, tetapi lebih sering main biola. Meskipun kamar
Linor sudah dibuat kedap suara, tapi sayatan biolanya tetap saja terdengar dari
ruang tamu. Yang merangkapa jadi ruang tengah dan ruang makan” (Bumi Cinta,
2011: 57-58).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Linor sangat cuek terhadap
orang-orang yang berada satu apartemen dengannya. Penggambaran untuk melukiskan
tokoh Linor, pengarang menggunakan teknik ekspositori yakni secara langsung
menggambarkan sifat Linor yang cuek.
·
“Gadis
itu cantik ya Yas?” Gumam Devid sambil menunjuk ke arah gadis Rusia yang
berdiri masuk mobil BMW SUV X5 hitam. Karena muka mobil itu berlawanan arah
dengan taksi yang mereka tumpangi, namun wajah gadis Rusia itu nampak jelas.
Dibungkus palto biru muda, syal putih dan penutup kepala biru tua, muka gadis
Rusia itu itu nampak putih bersih. Ia
lalu berdiri tegak. Ia menenteng alat musik dan mencangklongkan ke punggungnya.
“Wuah menurutku
cantik banget Yas. Itu kelihatannya gadis aristocrat, yang ia bawa kelihatannya
biola!” Tambah Devid.
“Nggak tahu ah.”
Jawab Ayyas.sekilas ia tetap melihat wajah gadis Rusia yang ditunjuk Devid”
(Bumi Cinta, 2011: 23).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui kecantikan yang dimiliki oleh Linor
melalui pandangan Devid saat berbicara kepada Ayyas. Perlu diketahui,
penggambaran pengarang yang digunakan untuk melukiskan tokoh Linor menggunakan
teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh melalui percakapan.
·
“Ia
harus membunuh lagi. kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus
ia bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu
bernama Rihem, putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut
Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria Rusia. Dan ia diminta
agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang menggunacang
dunia” (Bumi Cinta, 2011: 215).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui sifat yang ada pada diri Linor. Yang tak
lain adalah seorang pembunuh yang bergabung dengan bos mafia yang ada di
Moskwa, yang dapat melakukan apa saja termasuk memfitnah Ayyas. Penggambaran
yang dugunakan oleh pengarang untuk pelukisan tokoh Linor, menggunakan teknik
ekspositori.
(c)
Doktor Anastasia Palazzo
Anastasia
Palazzo merupakan tokoh yang sangat cerdas, anggun dan baik hati. Dia juga
merupakan penganut Kristen Ortodoks yang sangat kental. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut:
·
“Yang
membuatnya tidak nyaman adalah Doktor Anastasia Palazzo seorang perempuan muda.
Cerdas, cantik, dan mempesona! Tiga karunia Tuhan yang jarang dipadukan kepada
kaum hawa…” (Bumi Cinta, 2011: 97).
·
“…Anastasia
dalam hati meminta perlindungan kepada Kritus agar jangan sampai tersesat
seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan
keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia
berdoa kepada Kritus agar Ayyas segera terbangun dari kebodohannya” (Bumi
Cinta, 2011: 199).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Doktor Anastasia Palazzo adalah
gadis yang sangat cantik dan sangat kuat dalam mempertahankan agamanya. Adapun
teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Anastasia Palazzo adalah
dengan menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh dan
teknik arus kesadaran.
(d)
Devid
Devid
merupakan orang yang baik, berkaca mata, gemuk, putih, dan juga humoris. Hal
ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·
“Yas,
kamu membuat aku pangkling. Sudah
Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih
ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
“Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu
kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan
lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa karena kamu sering makan daging unta waktu
kuliah di Arab sana?”
“Ah Devid…Devid,
caramu bicara kok tidak berubah masih suka guyon. Lha kamu sendiri ini tambah
gemuk dan putih. Apa karena suka makan daging Beruang Putih selama kuliah di
sini?”
“Beruangnya
Mbahmu!” (Bumi Cinta, 2011: 11).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui ciri fisik yang dimiliki oleh Devid. Dia
sekarang tambah gemuk dan juga putih. Pelukisan pengarang untuk menggambarkan
tokoh Devid ini menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan, karena
secara fisik tokoh devid dilakukan dengan cara percakapan.
·
“Baiklah
kawan, aku mau turun dulu membelikan pengganjal perut untukmu. Kalau kau merasa
ada yang perlu nitip sesuatu boleh?” Devid masuk kamar sambil menyeret koper
hitam yang Nampak berat.
“Aku ikut saja!”
“Tidak usah. Kau
istirahat saja. Kau harus segera memulihkan tenagamu. Kau tulis saja apa yang
kau perlukan. “Pakai ini!” Devid mengulurkan pena dan secuil kertas dari
sakunya” (Bumi Cinta, 2011: 38).
Dari kutipan di
atas, kita dapat mengetahui kebaikan tokoh Devid. Devid banyak memberika
bantuan kepada Ayyas walaupun hanya sekedar membelikan makanan. Penggambaran
yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Devid menggunakan teknik
dramatik yang berupa teknik cakapan karena dalam melukiskan sifat tokoh Devid
dapat dilihat melalui percakapan antara Devid dengan Ayyas.
7. Amanat
Amanat
merupakan pesan atau hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.
Amanat dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi hidup kita. Pembaca diharapkan
dapat memetik amanat yang baik sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebaliknya amanat yang terkesan tidak baik justru dapat dijadikan
perbandingan dalam menjalani kehidupan. Amanat yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy adalah bahwa kita harus dapat menjaga keimanan atau keyakinan kita
yakni dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tanggung jawab dan
berteguh hati dalam berusaha, tidak boleh putus asa atau menyerah untuk
mencapai sesuatu yang kita inginkan. Sebaliknya, kita harus tegar menjalani
dengan penuh kesabaran seperti kesabaran yang dimiliki oleh tokoh Ayyas. Iman
yang kuat dapat membawa kita ke dalam kehidupan yang lebih baik. Selain itu,
kita sebagai umat manusia harus memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap
sesama manusia, yakni saling berbagi, saling tolong menolong menuju jalan Allah
serta selalu berdoa dam berusaha dan tetap tegar dalam menjalani kehidupan yang
penuh dengan liku-liku.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang telah kami susun, dapat diambil kesimpulan bahwa prosa adalah
karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Karya sastra yang
berupa prosa lebih kita kenal dalam bentuk novel dan cerpen. Dalam penciptaan
sebuah novel ataupun cerpen diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai
unsur-unsur pembentuknya, seperti unsur intriksik. Unsur intrinsik itu sendiri
meliputi tema, alur, tokoh dna penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan
gaya bahasa.
3.2
Saran
Prosa
merupakan sebuah karya sastra yang dalam penciptaannya tidaklah sesederhana
yang kita pikirkan. Oleh karena itu, hendaknya seorang penikmat karya sastra
yang yang sekaligus ingin menciptakan karya sastra harus memahami dan menguasai
unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya karya sastra yang berbentuk prosa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Massalah
Banyak hal yang dapat
kita lihat dan kita alami dalam hidup ini. Hal-hal yang kita lihat dan kita
alami ini sering kita sebut dengan pengalaman yang terkadang begitu dalam
menyentuh perasaan dan kadang pula tidak. Sebagian membiarkannya berlalu dan
sebagian lagi ada yang menuangkannya dalam bentuk prosa. Prosa adalah karya
sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi.
Dalam
penciptaan sebuah prosa, kita harus mengetahui beberapa hal yang berhubungan
dengan prosa seperti mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Namun pada kenyataan di lapangan para penyair
baru maupun pencipta sebuah karya prosa kurang memahami mengenai hal penting
tersebut. Untuk itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah
tersebut, agar bibit- bibit pencipta prosa dapat membuat sebuah karya dengan
baik dan indah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1
Apakah pengertian dari prosa ?
1.2.2
Unsur-unsur apa sajakah yang ada dalam
sebuah prosa ?
1.2.3
Bagaimanakah hasil analisis unsur
intrinsik dalam sebuah prosa?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini antar lain :
1. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan apresiasi sastra Indonesia.
2. Agar
para mahasiswa khususnya calon guru bahasa Indonesia dapat mengetahui lebih
terperinci tentang unsur intrinsik sebuah prosa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Prosa
Prosa adalah karya sastra
yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Dalam buku pengantar Seni Sastra
Slamet Mulyana mengemukakan istilah prosa berasal dari bahasa Latin “Oratio
Provorsa” yang berarti ucapan langsung, bahasa percakapan, sehingga prosa
berarti bahasa bebas, bercerita, ucapan langsung. Secara etimologis ini maksudnya
ialah mengungkapkan apa yang ia rasakan, diketahui dan dimaksudkan pengarang,
diucapkan dengan bahasa yang langsung dan bebas, tidak memerlukan bahasa yang
rumitseperti puisi.
Prosa
yang bersifat sastra haruslah memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara
bentuk dan isi, kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan. Jadi, dapat
disimpulkan prosa adalah karangan bebas yang mengekspresikan pengalaman batin
pengarang mengenai masalah kehidupan dalam bentuk dan isi yang harmonis yang
menimbulkan kesan estetik.
2.2
Unsur Pembangun Prosa
Sebagai cerita fiksi, novel mempunyai unsur-unsur cerita
baik intrinsik maupun ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar unsur inilah yang
membuat sebuah novel terwujud. Unsur intrinsik yang dimaksud meliputi tema, plot,
penokohan, setting atau latar. Sudut pandang, dan amanat.
a.
Tema
Menurut
KBBI (2007: 1164) tema adalah pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan,
dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak).” Sedangkan menurut Stanton
(2007: 36) “tema merupakan aspek yang sejajr dengan makna dalam pengalaman
manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.”
Burhan
Nurgiyantoro (2010: 25) menyatakan bahwa “tema adalah sesuatu yang menjadi
dasar cerita, tema dapat bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.”Senada
dengan pendapat tersebut, Kosasih (2008: 223) menyatakan bahwa “tema adalah inti atau ide dasar
sebuah cerita .”
Dengan demikian,
tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya
novel. Gagasan dasar umum inilah yang
tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk
mengembangkan sebuah cerita.
Berdasarkan pendapat
para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gaagasan utama
dalam suatu cerita yang digunakan sebagai dasar pengembangan sebuah cerita yang
digarap oleh pengarang agar ceritanya itu tidak keluar dari gagasan awal yang
telah ditentukan sebelumnya.
b.
Alur
(Plot)
Menurut
Sayuti (dalam Wiyatmi, 2009: 36) “alur atau plot adalah rangkaian peristiwa
yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
awal, tengah, akhir.” “Alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun
cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita” (Semi, 2004:43). Selanjutnya,
Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010:113) menyatakan bahwa “plot adalah
cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.”
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah urutan peristiwa
atau kejadian dalam sebuah cerita yang saling berkesinambungan antara peristiwa
yang satu dengan yang lainnya.
Plot
dalam sebuah karya sastra tidak selalu menyajikan cerita berdasarkan pada
urutan waktu cara secara kronologis.
Akan tetapi, terkadang akhir sebuah
cerita terletak di awal atau di tengah cerita. Jadi, tidak selalu awal sebuah
cerita merupakan awal sebuah cerita, bisa jadi terletak dimanapun tergantung
pada kemauan pengarang.
Burhan
Nurgiyantoro (2010:142) menyatakan secara teoritis tahapan sebuah plot sebagai berikut :
a)
Tahap
awal, tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Pada umumnya berisi sejumlah
informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada
tahap berikutnya, misalnya berupa penunjukkan atau pengenalan latar seperti
nama tempat, suasana alam, dan waktu kejadian (pendeskripsian setting). Pada
tahap ini tokoh diperkenalkan, baik deskripsi fisik atau sedikit disinggung
perwatakannya. Jadi, fungsi utama tahap awal yaitu untuk mendeskripsikan latar
dan penokohan.
b)
Tahap
tengah, disebut juga tahap pertikaian atau tahap komplikasi. Konflik-konflik
yang sudah mulai muncul di bagian awal cerita semakin meningkat.
c) Tahap akhir, disebut juga tahap peleraian, menampilkan
adegan-adegan tertentu sebagai akibat klimaks, tahap ini disebut dengan
denoument atau penyelesaian. Tahap ini berisi bagaimana akhir
sebuah cerita, penentuan nasib seorang tokoh.
c.
Tokoh
dan Penokohan
Dalam
pembicaraan Fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan
penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara
bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah
tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama. Istilah “tokoh“
menunjuk pada orangnya, pelaku ceritanya. Sedangkan watak, perwatakan, dan
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh
pembaca, lebih menunjuk kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi
sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yang menunjuk
pada penempatan tertentu dalam sebuah cerita.
Dengan
demikian istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya dari pada “tokoh” dan
“perwatakan” sebab ia mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan, dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Burhan
Nurgiyantoro, 2010 : 166)
Dilihat
dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh
yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa
mendoninasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama
cerita. Dan tokoh yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh
yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan
tokoh yang paling banyak diceritakan. Dipihak lain, pemunculan tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut
Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010: 178) Jika dilihat dari fungsi
penampilan tokoh, maka tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh
protagonist dan tokoh antagonis. Tokoh pritagonis yaitu tokoh yang kita kagumi,
yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawatan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh
antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik.
Secara garis besar “teknik pelukisan tokoh dalam suatu
karya dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu teknik ekspositori dan teknik
dramatik.”
(Alternberg dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 194 ).
1) Teknik
ekpositori
Teknik
ini sering disebut dengan teknik analitis. Pelukisan tokoh cerita dilakukan
dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh
pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja
dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.
2) Teknik
dramatik
Penampilan
tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilakan pada
drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik
secara verbal maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Penampilan
tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu sebagai
berikut :
a) Teknik
cakapan
Percakapan yang
dilakukan oleh tokoh biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh
yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel
umunya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang.
Menurut
Fadlan (2010: 63) “teknik cakapan tercakup ragam duolog dan monolog. Duolog
adalah cakapan antara dua orang saja, sedangkan dialog merupakan percakapan yang dilakukan seorang tokoh dengan banyak
tokoh.”
Teknik
cakapan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Rudio menata
kursi bagi ayahnya. Mereka hanya berdua karena Bu Gono langsung ke dalam
mengambil teh.
“Jadi kau
tinggal bersama bibimu di sini?”
“Ya, Ayah…”
“Sekolahmu
?”
“Di STM,
kelas tiga. Empat bulan lagi ujian.”
“Syukurlah.
Dan adik-adikmu?”
“Tini
tinggal bersama ibu. Dia hanya menamatkan SMP.”
“Dan Tono
meninggal?”
“Benar,
Ayah. Sudah satu tahun. Saya dilarang memberi kabar kepada Ayah. Hanya akan
menambah beban pikiran Ayah, begitu kata Ibu.”
“Oh ya, tak
mengapa. Seorang seperti Ayah ini sudah terlalu sering mengalami hal yang
menyedihkan. Lupakan itu. tetapi dimana pamanmu? Tampaknya kok sepi-sepi saja?”
(Kubah: 29).
Cakapan
itu adalah percakapan antara Karman dengan anaknya Rudio, anak lelakinya yang
telah ditinggal selama dua belas tahun karena dipenjara di pulau B. Melalui
cakapan tersebut, membesitkan hubungan yang akrab antara ayah dan anak,
sekaligus menunjukkan sifat kebapakan tokoh Karman yang
menaruh perhatian pada keluarganya yang selama itu
ditinggal.
b) Teknik
tingkah laku
Teknik
tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat non verbal. Apa yang
dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal dapat
dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang
mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c) Teknik
pikiran dan perasaan
Bagaimana
keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan
serta apa yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya
jua. Bahkan, pada hakikatnya , tingkah laku, pikiran dan perasaanlah yang
kemudian diejawatahkan menjadi tingkah laku verbal dan non verbal itu. dengan demikian teknik pikiran dan perasaan
dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu
sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.
d) Teknik
arus kesadaran
Teknik
ini berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat
dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama
menggambarkan tingkah laku batin tokoh.
‘Teknik
arus kesadaran
merupakan cara penceritaan untuk menangkap dan melukiskan perkembangan
karakterisasi, dimana persepsi bercampur dengan kesadaran,
kenangan dan perasaan.
Teknik jenis ini biasanya muncul dalam cakapan batin yang berupa monolog dan solilokui. Ragam monolog adalah cakapan batin
yang seolah-olah menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah lampau,
peristiwa-peristiwa, dan perasaan-perasaan yang sudah
terjadi atau bahkan yang sedang terjadi. Sedangkan ragam solilakui merupakan
ragam cakapan batin yang menyarankan hal-hal, tindakan-tindakan, kejadian-kejadian,
perasaan dan pemikiran yang masih akan terjadi atau mendasari pikiran yang akan
datang.’ (Fadlan
Wahyudi, 2010 :66).
e) Teknik
reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh
dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan,
kata, sikap-tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari
luar diri tokoh yang bersangkutan.
f) Teknik
reaksi tokoh lain
Reaksi tokoh lain
dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama,
atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap,
komentar, dan lain-lain.
g) Teknik
pelukisan latar
Suasana
latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan
suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang
telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu,
memang dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca.
h) Teknik
pelukisan fisik
Pelukisan
keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang
terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki
bentuk fisik yang khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinnatif.
d.
Setting
atau Latar
Menurut
Abram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 216) “latar atau setting sering juga disebut
juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Sedangkan
menurut KBBI (2007: 643) “latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.”
Burhan
Nurgiantoro (2010: 227) mengemukakan bahwa latar terdiri dari tiga unsur pokok
yang meliputi latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu
berhubungan dengan masalah “kapan“ terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Latar sosial yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar itu adalah tempat terjadinya
suatu peristiwa dalam suatu karya sastra yang mencakup latar fisik, sosial, dan
waktu.
e.
Sudut
Pandang atau Pusat Pengisahan
“Sudut
pandang dalam karya fiksi (novel) mempersoalkan siapa yang menceritakan atau
dari posisi mana peristiwa atau tindakan itu dilihat.”(Burhan Nurgiyantoro, 2010:
246).
Menurut
Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 248) sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dapat digunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembacanya.
Sedangkan
menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2010: 246) sudut pandang merupakan teknik
yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya
artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.”
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang atau pusat
pengisahan yang ada dalam sebuah cerita terdapat hubungan antara pengarang
dengan alam fiktif ceritanya sehingga dapat diketahui posisi pengarang di dalam
cerita.
Burhan
Nurgiyantoro (2010: 256) membedakan sudut pandang menjadi tiga macam yaitu:
(a)
Sudut
pandang persona ketiga “Dia”
Pengisahan
cerita yang menggunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “Dia”, pengarang adalah seseorang yang berada di
luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata
gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh utama khususnya yang utama, kerap
atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti.
(b)
Sudut
pandang persona pertama “Aku”
Dalam
pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama, “Aku”,
pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “Aku”
tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan
peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.
(c) Sudut
pandang campuran
Penggunaan
sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel berupa penggunaan sudut pandang
persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat. Persona
pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan. Bahkan
dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga.
f.
Amanat
Karya
sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau
pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau
topik cerita ada kalanya diselesaikan secara positif ataupun secara negatif.
Dari karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan
yang ingin disampaikan pengarang. Hal itulah yang disebut dengan amanat.
Menurut
KBBI (2007: 37) “amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca atau pendengarnya.” Sejalan dengan pengertian tersebut, Burhan
Nurgiyantoro (2010: 322) juga mengatakan bahwa “amanat adalah pesan atau hikmah
yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun
panduan hidup.” Melalui cerita,sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah
pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan dan yang diamanatkan.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra yang diciptakan.
g.
Gaya
Bahasa
Menurut KBBI (2007:
340) Gaya Bahasa adalah “pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis atau cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan
dalam bentuk tulis atau lisan.”
Sedangkan menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 237) “gaya
bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana
seseorang pengarang mengungkapkan suatu yang akan dikemukakan.” Senada dengan pendapat di atas, Leech dan Short (dalam
Nurgiyantoro, 2010: 277) “gaya bahasa menyaran pada pengertian cara
penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk
tujuan tertentu.”
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang
mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mewakili kepribadiannya melalui
pemakaian bahasa yang khas.
2.3 Analisis Unsur Intrinsik Prosa
a. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bumi
Cinta Karya
1.
Tema
Kisah seorang pria berkewarga negaraan Indonesia yang bernama Muhammad
Ayyas yang dikisahkan menjadi seorang peneliti di MGU,yang mendapat banyak
cobaan saat berada di Moskwo-Rusia.
2.
Alur/Plot
Alur cerita Kang Abik berlalu begitu enak untuk diikuti. Tidak seperti AAC
dimana tokoh utamanya masuk penjara. Kali ini Ayyas bebas dari tuduhan fitnah
karena berhasil memiliki alibi yang cukup kuat. Ceritanya memang mengasyikkan
pembaca. Di tutup dengan happy ending -meski
Linor meninggal- dan dibumbui dengan keberhasilan Ayyas mendakwahkan Islam di
Rusia. Namun, masih saja banyak alur yang perlu diperjelas agar lebih utuh
novel ini.
Alur yang terdapat dalam cerita ini adalah
1)
Alur maju : Di alur maju ini kang abik
bercerita tentang apa yang akan di laksanakan selama ayyas berada di rusia.
Contohnya: Dan beberapa saat kemudian mulai memasuki pusat kota moskua.
2)
Alur mundur : Di alur ini kang abik
menceritakan tentang pada saat Ayyas masih duduk di bangku sekolah.
Contohnya: Ah,iya iya,dulu sejak SMP sempat di juluki bandit kecil sama ibu
Tyas. Beberapa tahun yang lalu, aku di panggil sama ulama itu diajak ngobrol.
3.
Latar/Setting
Ø Latar Waktu
a)
Pagi
·
Setiap kali Yelena mengajak berbicara di
pagi hari sebelum Yelena berangkat kerja
·
Pagi itu adalah subuh ketiga Ayyas di
Moskwa
·
Sudahlah tak perlu berdabat kita nikmati
saja keindahan pagi ini
·
Pagi itu,pukul sembilan kurang seperempat
Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU.
b)
Siang
·
Siang itu Moskwa terasa lebih cerah dari
biasanya
·
Hidangan makan siang itu ditutup dengan
bauh-buahan
c)
Malam
·
Sudah saatnya ia pulang .kliennya sedang
makan malam
·
Tengah malam itu salju tidak turun
d)
Musim
·
musim dingin
“semua berpadu menjadi
sihir kota Moskwa di musim dingin“.
·
musim semi
“akhirnya awal musim
semi datang”.
e)
Hari jum’at
·
hari itu hari jum’at musim dingin masih
bertahan
Ø Latar Tempat
a)
kota Katedral
·
kota katedral itu seolah di selimuti jubah
ihram orang-orang suci.Moskwa seolah memamerkan kaindahan sihirnya di musim
dingin
b)
apertemen
·
akhirnya mereka sampai di depan pintu
apertemen yang sering disebut kwartira.
c)
ruangan
·
begitu pintu dibuka nampak ruangan foyer
yang terasa hangat.
d)
sofa
·
duduk termangu di sofa kamar President
Soite Hotel tverskaya Inn.
e)
cermin
·
Yelena bangkit dan berdiri di depan cermin
besar.
f)
ruang tamu
·
Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan
makan bersama Yelana.
g)
dapur
·
ia beranjak ke dapur yang menyatu dengan
ruang tamu.
h)
taman
·
melewati sebuah taman kecil,tiba-tiba Yelena
berhanti.
i)
stasiun
·
mereka berdua sudah sampai di gerbang
stasiun Metro Smolenskaya.
·
beberapa menit kemudian Metro berhanti di
Stasiun Kentversilet.
j)
restoran
·
Pak Joko mengajak Ayyas memasuki Restoran
Iyudi yang letaknya manghadap kanal untuk makan siang.
k)
pasar Vietnam
·
setelah itu ia berangkat menuju pasar
Vietnam bersama Pak Joko Santoso.
l)
mobil
·
Doktor Anastasia mempersilahkan ayyas
untuk masuk ke mobilnya dan duduk di sampingnya.
m)
kota Berlin
·
dengan menggunakan kereta Linor pergi
meninggalkan Kiev menuju berlin.
n)
masjid Prospek Mira
· masjid Prospek Mira penuh sesak oleh jamaah shalat jumat.
o)
pesawat
·
di atas pesawat dalam perjalanan pulang
menuju Moskwa Devid mencium kening Yelena.
p)
kota Moskwa
·
kota moskwa nampak molek seumpama seorang
yang begiu segar.
Ø Latar Suasana
a)
sedih
·
sebentar kemudian tangisnya pecah.ia
merasa sedih telah mangkhianati dirinya.
·
pagi itu Ayyas merasakan kesedihan luar
biasa
·
“o”tidakkkkkkk! Tiba-tiba Linor menjerit
dan menangis pilu atas kesedihannya.
b)
rindu
·
kerinduan pada buah hatinya itu pun
memuncak.
·
rasa haru dan rindu kepada ibu kandungnya
hadir begitu saja seolah berhembus menembus dada Linor sampai relung hat paling
dalam
c)
kaget
·
Ayyas kaget bukan kepalang mendengar bahwa
Yelena karena pernah memeluk agama Islam
d)
bahagia
·
Ayyas merasakan kebahagiaan luar biasa
bahwa akhirnya ia melihat sebuah Masjid.
e)
Marah
·
mendengar kata-kata yang sangat memusuhi
dan mengintimidasi itu kamarahan Ayyas semakin bertambah.
·
Anastasi benar-benar marah bercampur malu
pada Ayyas.
4.
Sudut Pandang
a. Orang pertama
·
Karena dalam novel tersebut pengarang
banyak bercerita tentang pengalaman dan memakai kata ganti dia.
b. Orang ketiga
·
Karena dalam novel tersebut menggunakan
gaya nama orang.
5.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan yaitu gaya
bahasa ironi.
6. Tokoh
dan penokohan
Dalam novel Bumi
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, teknik ekspositori (analitik) dan
teknik dramatik dapat kita lihat melalui penjelasan di bawah ini:
(1)
Tokoh utama
(a)
Muhammas Ayyas
Muhammad
Ayyas adalah tokoh yang baik, taat beragama, cerdas, gagah, ganteng, tinggi,
dan ia juga memiliki sifat melankolis. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
berikut:
·
“Yas,
kamu membuat aku pangkling. Sudah
Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih
ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
“Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu
kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan
lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa kar;Bena kamu sering makan daging unta
waktu kuliah di Arab sana?” (Bumi Cinta, 2011: 11).
Dari
`kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Ayyas yang dulu berbeda dengan
Ayyas yang sekarang. Dia banyak mengalami perubahan secara fisik. Dalam kutipan
tersebut, pengarang menggunakan teknik fisik tokoh untuk mengetahui ciri fisik
yang dimiliki Ayyas. Bentuk fisik Ayyas sekarang lebih gagah dan ganteng, tidak
seperti dulu kecil dan kerempeng.
·
“Ayyas
terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelena di ruang tamu. Yelena
mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Ayyas. Pemuda yang pernah kuliah
di Madinah itu banyak menunduk, ia berperang melawan dirinya sendiri, berusaha
sekuat tenaga untuk menjaga pandangan” (Bumi Cinta, 2011: 50).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuat iman Ayyas, sehingga ia pun
mampu menjaga imannya dari wanita cantik yakni Yelena yang ada dihadapannya.
·
“Ayyas
terus terisak. Isakkan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya
akan tersayat hatinya. Isakan seorang pecinta sejati, yang mencintai kekasihnya
karena Allah pula. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seorang
pecinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Taa’ala” (Bumi
Cinta, 2011: 545).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa sedihnya dan romantisnya Ayyas
ketika melihat Linor dalam keadaan Linor yang sedang sekarat. Air mata pun
terus mengalir tatkala ia memandangi wajah Linor. Pada kutipan ini pengarang
menggunakan teknik ekspositori yaitu secara langsung menggambarkan sifat Ayyas
yang sedih karena kehilangan Linor, dan teknik dramatik yang berupa teknik
reaksi tokoh Ayyas terhadap kejadian yang telah dilihatnya.
(2)
Tokoh bawahan
(a)
Yelena
Yelena
adalah tokoh yang baik, melankolis, dan juga cantik. Namun, akibat dari
ketidakadilan yang dialaminya, ia menjadi seorang penjaja cinta dengan menyamar
menjadi gulde bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan berikut:
·
“Dialah
yang paling tahu apa yang terjadi pada batin dan jiwanya. Ia bahkan merasa
sudah tidak lagi menjadi manusia yang sepenuhnya manusia. Rupanya memang
cantik. Ia paham betul itu. namun jiwanya terus mengerang kesakitan. Ia jauh
lebih memahaminya. “Yelena, Yelena, apa yang kau cari selama ini?” Ia terus
bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Sudah tiga tahun ia merasa tidak menjadi
manusia. Sejak ia sampai di Moskwa dan bekerja menjamu hidung belang,
sebagaimana yang baru saja dilakukannya dengan kliennya, ia merasa telah hilang
kehormatannya sebagai manusia. Sering kali jiwanya menggugat. Hatinya merintih
dalam diam. batinnya bahkan sudah sangat kesakitan ingin berhenti. Akal
sehatnya ingin kembali hidup bersih, seperti saat ia merasakan damai dan
bahagia bersama keluarganya dulu” (Bumi Cinta, 2011: 44).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuatnya harapan Yelena ingin
kembali hidup normal seperti dulu lagi. tetapi semua sudah terjadi, ia pun kini
menjadi wanita jalang yang hina dihadapan manusia.
·
“Cantik
ya Yas? Ada darah Finland dalam dirinya. Kau beruntung. Kau akan tinggal satu
apartemen dengannya. Gunakan kesempatan sebaik-baiknya” (Bumi Cinta, 2011: 30).
Dari
kutipan di atas, kita dapat melihat pandangan Devid tentang kecantikan yang
dimiliki oleh Yelena.Perlu diketahui, dari kedua kutipan di atas pengarang
melukiskan tokoh Yelena menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan
tokoh yang menggambarkan fisik Yelena yang cantik dan arus kesadaran, karena
Yelena melakukan monolog dengan dirinya sendiri, sebenarnya siapa dirinya ini.
·
“Aku
sangat heran pada orang yang hatinya telah jadi batu. Dalam keadaan sekarat ia ditolong
oleh Tuhan, diberi kesempatan hidup, masih juga tidak percaya kepada Tuhan!”
Sahut Ayyas dengan suara agak keras.
“Yang kau maksud itu aku?” kata Yelena.
“Siapa lagi?
Jawablah dengan jujur Yelena, ketika kau dalam keadaan kritis, dalam keadaan sekarat,
hampir mati saat itu. Apa yang kau ingat? Siapa yang kau sebut namanya untuk
kau mintai pertolongan? Jawablah dengan jujur, Yelena!”
Yelen terdiam.
wajahnya berubah. Tubuhnya bergetar. Ia teringat saat ia sekarat tiada berdaya
apa-apa, dan saat itu ia merasa nyawanya sudah samapi ditenggorokan mau
melayang. Ia menyebut-nyebut Tuhan. ia minta tolong kepada Tuhan. Mata Yelena
berkaca-kaca. Tapi mulutnya bungkam tidak bicara (Bumi Cinta, 2011 : 295-296).
Dari
kutipan di atas, kita perlu ketahui bahwa Yelena sangat tersentuh atas
penjelasan Ayyas. Dia tidak pernah menyadari bahwa selama ini yang telah
menolongnya adalah Tuhan. perlu diketahui bahwa teknik yang digunakan pengarang
untuk melukiskan tokoh Yelena adalah menggunakan teknik pelukisan perasaan tokoh.
Yakni mengenai masalah yang dihadapi oleh Linor tentang kepercayaan terhadap
Tuhan.
(b)
Linor
Linor
adalah seorang jurnalis, cantik, sekaligus jahat. Dia merupakan tokoh yang cuek
dengan orang di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·
“Linor
tidak mau bergabung saat ia ngobrol sambil minum the dengan Yelena. Kalau
ketemu Linor hanya say hello lalu
masuk ke kamarnya. Kalau tidak bekerja, Linor lebih asyik main musik di
kamarnya. Terkadang main piano, tetapi lebih sering main biola. Meskipun kamar
Linor sudah dibuat kedap suara, tapi sayatan biolanya tetap saja terdengar dari
ruang tamu. Yang merangkapa jadi ruang tengah dan ruang makan” (Bumi Cinta,
2011: 57-58).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Linor sangat cuek terhadap
orang-orang yang berada satu apartemen dengannya. Penggambaran untuk melukiskan
tokoh Linor, pengarang menggunakan teknik ekspositori yakni secara langsung
menggambarkan sifat Linor yang cuek.
·
“Gadis
itu cantik ya Yas?” Gumam Devid sambil menunjuk ke arah gadis Rusia yang
berdiri masuk mobil BMW SUV X5 hitam. Karena muka mobil itu berlawanan arah
dengan taksi yang mereka tumpangi, namun wajah gadis Rusia itu nampak jelas.
Dibungkus palto biru muda, syal putih dan penutup kepala biru tua, muka gadis
Rusia itu itu nampak putih bersih. Ia
lalu berdiri tegak. Ia menenteng alat musik dan mencangklongkan ke punggungnya.
“Wuah menurutku
cantik banget Yas. Itu kelihatannya gadis aristocrat, yang ia bawa kelihatannya
biola!” Tambah Devid.
“Nggak tahu ah.”
Jawab Ayyas.sekilas ia tetap melihat wajah gadis Rusia yang ditunjuk Devid”
(Bumi Cinta, 2011: 23).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui kecantikan yang dimiliki oleh Linor
melalui pandangan Devid saat berbicara kepada Ayyas. Perlu diketahui,
penggambaran pengarang yang digunakan untuk melukiskan tokoh Linor menggunakan
teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh melalui percakapan.
·
“Ia
harus membunuh lagi. kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus
ia bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu
bernama Rihem, putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut
Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria Rusia. Dan ia diminta
agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang menggunacang
dunia” (Bumi Cinta, 2011: 215).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui sifat yang ada pada diri Linor. Yang tak
lain adalah seorang pembunuh yang bergabung dengan bos mafia yang ada di
Moskwa, yang dapat melakukan apa saja termasuk memfitnah Ayyas. Penggambaran
yang dugunakan oleh pengarang untuk pelukisan tokoh Linor, menggunakan teknik
ekspositori.
(c)
Doktor Anastasia Palazzo
Anastasia
Palazzo merupakan tokoh yang sangat cerdas, anggun dan baik hati. Dia juga
merupakan penganut Kristen Ortodoks yang sangat kental. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut:
·
“Yang
membuatnya tidak nyaman adalah Doktor Anastasia Palazzo seorang perempuan muda.
Cerdas, cantik, dan mempesona! Tiga karunia Tuhan yang jarang dipadukan kepada
kaum hawa…” (Bumi Cinta, 2011: 97).
·
“…Anastasia
dalam hati meminta perlindungan kepada Kritus agar jangan sampai tersesat
seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan
keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia
berdoa kepada Kritus agar Ayyas segera terbangun dari kebodohannya” (Bumi
Cinta, 2011: 199).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Doktor Anastasia Palazzo adalah
gadis yang sangat cantik dan sangat kuat dalam mempertahankan agamanya. Adapun
teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Anastasia Palazzo adalah
dengan menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh dan
teknik arus kesadaran.
(d)
Devid
Devid
merupakan orang yang baik, berkaca mata, gemuk, putih, dan juga humoris. Hal
ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·
“Yas,
kamu membuat aku pangkling. Sudah
Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih
ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
“Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu
kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan
lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa karena kamu sering makan daging unta waktu
kuliah di Arab sana?”
“Ah Devid…Devid,
caramu bicara kok tidak berubah masih suka guyon. Lha kamu sendiri ini tambah
gemuk dan putih. Apa karena suka makan daging Beruang Putih selama kuliah di
sini?”
“Beruangnya
Mbahmu!” (Bumi Cinta, 2011: 11).
Dari
kutipan di atas, kita dapat mengetahui ciri fisik yang dimiliki oleh Devid. Dia
sekarang tambah gemuk dan juga putih. Pelukisan pengarang untuk menggambarkan
tokoh Devid ini menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan, karena
secara fisik tokoh devid dilakukan dengan cara percakapan.
·
“Baiklah
kawan, aku mau turun dulu membelikan pengganjal perut untukmu. Kalau kau merasa
ada yang perlu nitip sesuatu boleh?” Devid masuk kamar sambil menyeret koper
hitam yang Nampak berat.
“Aku ikut saja!”
“Tidak usah. Kau
istirahat saja. Kau harus segera memulihkan tenagamu. Kau tulis saja apa yang
kau perlukan. “Pakai ini!” Devid mengulurkan pena dan secuil kertas dari
sakunya” (Bumi Cinta, 2011: 38).
Dari kutipan di
atas, kita dapat mengetahui kebaikan tokoh Devid. Devid banyak memberika
bantuan kepada Ayyas walaupun hanya sekedar membelikan makanan. Penggambaran
yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Devid menggunakan teknik
dramatik yang berupa teknik cakapan karena dalam melukiskan sifat tokoh Devid
dapat dilihat melalui percakapan antara Devid dengan Ayyas.
7. Amanat
Amanat
merupakan pesan atau hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.
Amanat dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi hidup kita. Pembaca diharapkan
dapat memetik amanat yang baik sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebaliknya amanat yang terkesan tidak baik justru dapat dijadikan
perbandingan dalam menjalani kehidupan. Amanat yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy adalah bahwa kita harus dapat menjaga keimanan atau keyakinan kita
yakni dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tanggung jawab dan
berteguh hati dalam berusaha, tidak boleh putus asa atau menyerah untuk
mencapai sesuatu yang kita inginkan. Sebaliknya, kita harus tegar menjalani
dengan penuh kesabaran seperti kesabaran yang dimiliki oleh tokoh Ayyas. Iman
yang kuat dapat membawa kita ke dalam kehidupan yang lebih baik. Selain itu,
kita sebagai umat manusia harus memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap
sesama manusia, yakni saling berbagi, saling tolong menolong menuju jalan Allah
serta selalu berdoa dam berusaha dan tetap tegar dalam menjalani kehidupan yang
penuh dengan liku-liku.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang telah kami susun, dapat diambil kesimpulan bahwa prosa adalah
karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Karya sastra yang
berupa prosa lebih kita kenal dalam bentuk novel dan cerpen. Dalam penciptaan
sebuah novel ataupun cerpen diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai
unsur-unsur pembentuknya, seperti unsur intriksik. Unsur intrinsik itu sendiri
meliputi tema, alur, tokoh dna penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan
gaya bahasa.
3.2
Saran
Prosa
merupakan sebuah karya sastra yang dalam penciptaannya tidaklah sesederhana
yang kita pikirkan. Oleh karena itu, hendaknya seorang penikmat karya sastra
yang yang sekaligus ingin menciptakan karya sastra harus memahami dan menguasai
unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya karya sastra yang berbentuk prosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar