Rabu, 25 Desember 2013

makalah analisis unsur intrinsik prosa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Massalah

Banyak hal yang dapat kita lihat dan kita alami dalam hidup ini. Hal-hal yang kita lihat dan kita alami ini sering kita sebut dengan pengalaman yang terkadang begitu dalam menyentuh perasaan dan kadang pula tidak. Sebagian membiarkannya berlalu dan sebagian lagi ada yang menuangkannya dalam bentuk prosa. Prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi.

Dalam penciptaan sebuah prosa, kita  harus  mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan prosa seperti mengenai unsur intrinsik dan  ekstrinsiknya.  Namun pada kenyataan di lapangan para penyair baru maupun pencipta sebuah karya prosa kurang memahami mengenai hal penting tersebut. Untuk itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah tersebut, agar bibit- bibit pencipta prosa dapat membuat sebuah karya dengan baik dan indah.

1.2  Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1        Apakah pengertian dari prosa ?
1.2.2        Unsur-unsur apa sajakah yang ada dalam sebuah prosa ?
1.2.3        Bagaimanakah hasil analisis unsur intrinsik dalam sebuah prosa?

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antar lain :
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan apresiasi sastra Indonesia.
2.      Agar para mahasiswa khususnya calon guru bahasa Indonesia dapat mengetahui lebih terperinci tentang unsur intrinsik sebuah  prosa.
BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Prosa

Prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Dalam buku pengantar Seni Sastra Slamet Mulyana mengemukakan istilah prosa berasal dari bahasa Latin “Oratio Provorsa” yang berarti ucapan langsung, bahasa percakapan, sehingga prosa berarti bahasa bebas, bercerita, ucapan langsung. Secara etimologis ini maksudnya ialah mengungkapkan apa yang ia rasakan, diketahui dan dimaksudkan pengarang, diucapkan dengan bahasa yang langsung dan bebas, tidak memerlukan bahasa yang rumitseperti puisi.

Prosa yang bersifat sastra haruslah memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi, kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan. Jadi, dapat disimpulkan prosa adalah karangan bebas yang mengekspresikan pengalaman batin pengarang mengenai masalah kehidupan dalam bentuk dan isi yang harmonis yang menimbulkan kesan estetik.

2.2 Unsur Pembangun Prosa

Sebagai cerita fiksi, novel mempunyai unsur-unsur cerita baik intrinsik maupun ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar unsur inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur intrinsik yang dimaksud meliputi tema, plot, penokohan, setting atau latar. Sudut pandang,  dan amanat.


a.      Tema
Menurut KBBI (2007: 1164) tema adalah pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak).” Sedangkan menurut Stanton (2007: 36) “tema merupakan aspek yang sejajr dengan makna dalam pengalaman manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.”

Burhan Nurgiyantoro (2010: 25) menyatakan bahwa “tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, tema dapat bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.”Senada dengan pendapat tersebut, Kosasih (2008: 223) menyatakan bahwa “tema adalah inti atau ide dasar sebuah cerita .”
Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel.  Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan sebuah cerita.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gaagasan utama dalam suatu cerita yang digunakan sebagai dasar pengembangan sebuah cerita yang digarap oleh pengarang agar ceritanya itu tidak keluar dari gagasan awal yang telah ditentukan sebelumnya.
b.      Alur (Plot)

Menurut Sayuti (dalam Wiyatmi, 2009: 36) “alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengah, akhir.” “Alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita” (Semi, 2004:43). Selanjutnya, Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010:113) menyatakan bahwa “plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat, peristiwa  yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah urutan peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita yang saling berkesinambungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

Plot dalam sebuah karya sastra tidak selalu menyajikan cerita berdasarkan pada urutan waktu cara  secara kronologis. Akan  tetapi, terkadang akhir sebuah cerita terletak di awal atau di tengah cerita. Jadi, tidak selalu awal sebuah cerita merupakan awal sebuah cerita, bisa jadi terletak dimanapun tergantung pada kemauan pengarang.

Burhan Nurgiyantoro (2010:142) menyatakan secara teoritis tahapan sebuah plot sebagai berikut :
a)    Tahap awal, tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya, misalnya berupa penunjukkan atau pengenalan latar seperti nama tempat, suasana alam, dan waktu kejadian (pendeskripsian setting). Pada tahap ini tokoh diperkenalkan, baik deskripsi fisik atau sedikit disinggung perwatakannya. Jadi, fungsi utama tahap awal yaitu untuk mendeskripsikan latar dan penokohan.
b)   Tahap tengah, disebut juga tahap pertikaian atau tahap komplikasi. Konflik-konflik yang sudah mulai muncul di bagian awal cerita semakin meningkat.
c)    Tahap akhir, disebut juga tahap peleraian, menampilkan adegan-adegan tertentu sebagai akibat klimaks, tahap ini disebut dengan denoument atau penyelesaian. Tahap ini berisi bagaimana akhir sebuah cerita, penentuan nasib seorang tokoh.



c.       Tokoh dan Penokohan

Dalam pembicaraan Fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama. Istilah “tokoh“ menunjuk pada orangnya, pelaku ceritanya. Sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yang menunjuk pada penempatan tertentu dalam sebuah cerita.

Dengan demikian istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya dari pada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan, dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca  (Burhan Nurgiyantoro, 2010 : 166)


Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendoninasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita. Dan tokoh yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Dipihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010: 178) Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, maka tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh protagonist dan tokoh antagonis. Tokoh pritagonis yaitu tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawatan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik.

Secara garis besar “teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatik. (Alternberg dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 194 ).
1)    Teknik ekpositori
Teknik ini sering disebut dengan teknik analitis. Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.  Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.

2)    Teknik dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilakan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.  Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu sebagai berikut :

a)      Teknik cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel umunya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang.

Menurut Fadlan (2010: 63) “teknik cakapan tercakup ragam duolog dan monolog. Duolog adalah cakapan antara dua orang saja, sedangkan dialog merupakan percakapan yang dilakukan seorang tokoh dengan banyak tokoh.”

Teknik cakapan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Rudio menata kursi bagi ayahnya. Mereka hanya berdua karena Bu Gono langsung ke dalam mengambil teh.
“Jadi kau tinggal bersama bibimu di sini?”
“Ya, Ayah…”
“Sekolahmu ?”
“Di STM, kelas tiga. Empat bulan lagi ujian.”
“Syukurlah. Dan adik-adikmu?”
“Tini tinggal bersama ibu. Dia hanya menamatkan SMP.”
“Dan Tono meninggal?”
“Benar, Ayah. Sudah satu tahun. Saya dilarang memberi kabar kepada Ayah. Hanya akan menambah beban pikiran Ayah, begitu kata Ibu.”
“Oh ya, tak mengapa. Seorang seperti Ayah ini sudah terlalu sering mengalami hal yang menyedihkan. Lupakan itu. tetapi dimana pamanmu? Tampaknya kok sepi-sepi saja?” (Kubah: 29).


Cakapan itu adalah percakapan antara Karman dengan anaknya Rudio, anak lelakinya yang telah ditinggal selama dua belas tahun karena dipenjara di pulau B. Melalui cakapan tersebut, membesitkan hubungan yang akrab antara ayah dan anak, sekaligus menunjukkan sifat kebapakan tokoh Karman yang menaruh perhatian pada keluarganya yang selama itu ditinggal.

b)      Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat non verbal. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.

c)      Teknik pikiran dan perasaan
Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan serta apa yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal  akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya jua. Bahkan, pada hakikatnya , tingkah laku, pikiran dan perasaanlah yang kemudian diejawatahkan menjadi tingkah laku verbal dan non verbal itu.  dengan demikian teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.

d)     Teknik arus kesadaran
Teknik ini berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh.
‘Teknik arus kesadaran merupakan cara penceritaan untuk menangkap dan melukiskan perkembangan karakterisasi, dimana persepsi bercampur dengan kesadaran, kenangan dan perasaan. Teknik jenis ini biasanya muncul dalam cakapan batin yang berupa monolog dan solilokui. Ragam monolog adalah cakapan batin yang seolah-olah menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah lampau, peristiwa-peristiwa, dan perasaan-perasaan yang sudah terjadi atau bahkan yang sedang terjadi. Sedangkan ragam solilakui merupakan ragam cakapan batin yang menyarankan hal-hal, tindakan-tindakan, kejadian-kejadian, perasaan dan pemikiran yang masih akan terjadi atau mendasari pikiran yang akan datang.(Fadlan Wahyudi, 2010 :66).

e)      Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, sikap-tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

f)       Teknik reaksi tokoh lain
Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.

g)      Teknik pelukisan latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu, memang dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca.

h)      Teknik pelukisan fisik
Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik yang khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinnatif.

d.      Setting atau Latar

Menurut Abram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 216) “latar atau setting sering juga disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Sedangkan menurut KBBI (2007: 643) “latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.”

Burhan Nurgiantoro (2010: 227) mengemukakan bahwa latar terdiri dari tiga unsur pokok yang meliputi latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan“ terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar itu adalah tempat terjadinya suatu peristiwa dalam suatu karya sastra yang mencakup latar fisik, sosial, dan waktu.

e.       Sudut Pandang atau Pusat Pengisahan

Sudut pandang dalam karya fiksi (novel) mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana peristiwa atau tindakan itu dilihat.”(Burhan Nurgiyantoro, 2010: 246).

Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 248) sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dapat digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembacanya.


Sedangkan menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2010: 246) sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang atau pusat pengisahan yang ada dalam sebuah cerita terdapat hubungan antara pengarang dengan alam fiktif ceritanya sehingga dapat diketahui posisi pengarang di dalam cerita.

Burhan Nurgiyantoro (2010: 256) membedakan sudut pandang menjadi tiga macam yaitu:
(a)    Sudut pandang persona ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “Dia”, pengarang adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh utama khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti.

(b)   Sudut pandang persona pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama, “Aku”, pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.

(c)    Sudut pandang campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat. Persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan. Bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga.

f.       Amanat

Karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau topik cerita ada kalanya diselesaikan secara positif ataupun secara negatif. Dari karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang. Hal itulah yang disebut dengan amanat.

Menurut KBBI (2007: 37) “amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau pendengarnya.” Sejalan dengan pengertian tersebut, Burhan Nurgiyantoro (2010: 322) juga mengatakan bahwa “amanat adalah pesan atau hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup.” Melalui cerita,sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra yang diciptakan.

g.      Gaya Bahasa

Menurut KBBI (2007: 340) Gaya Bahasa adalah “pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis atau cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.”

Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 237) “gaya  bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan suatu yang akan dikemukakan.” Senada dengan pendapat di atas, Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 2010: 277) “gaya bahasa menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk tujuan tertentu.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mewakili kepribadiannya melalui pemakaian bahasa yang khas.

2.3    Analisis Unsur Intrinsik Prosa
a.    Analisis Unsur Intrinsik Novel Bumi Cinta Karya
1.    Tema
Kisah seorang pria berkewarga negaraan Indonesia yang bernama Muhammad Ayyas yang dikisahkan menjadi seorang peneliti di MGU,yang mendapat banyak cobaan saat berada di Moskwo-Rusia.

2.    Alur/Plot
Alur cerita Kang Abik berlalu begitu enak untuk diikuti. Tidak seperti AAC dimana tokoh utamanya masuk penjara. Kali ini Ayyas bebas dari tuduhan fitnah karena berhasil memiliki alibi yang cukup kuat. Ceritanya memang mengasyikkan pembaca. Di tutup dengan happy ending -meski Linor meninggal- dan dibumbui dengan keberhasilan Ayyas mendakwahkan Islam di Rusia. Namun, masih saja banyak alur yang perlu diperjelas agar lebih utuh novel ini.

Alur yang terdapat dalam cerita ini adalah
1)      Alur maju : Di alur maju ini kang abik bercerita tentang apa yang akan di laksanakan selama ayyas berada di rusia.
Contohnya: Dan beberapa saat kemudian mulai memasuki pusat kota moskua.

2)      Alur mundur : Di alur ini kang abik menceritakan tentang pada saat Ayyas masih duduk di bangku sekolah.
Contohnya: Ah,iya iya,dulu sejak SMP sempat di juluki bandit kecil sama ibu Tyas. Beberapa tahun yang lalu, aku di panggil sama ulama itu diajak ngobrol.
3.    Latar/Setting
Ø   Latar Waktu
a)      Pagi
·         Setiap kali Yelena mengajak berbicara di pagi hari sebelum Yelena berangkat kerja
·         Pagi itu adalah subuh ketiga Ayyas di Moskwa
·         Sudahlah tak perlu berdabat kita nikmati saja keindahan pagi ini
·         Pagi itu,pukul sembilan kurang seperempat Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU.

b)      Siang
·         Siang itu Moskwa terasa lebih cerah dari biasanya
·         Hidangan makan siang itu ditutup dengan bauh-buahan

c)      Malam         
·         Sudah saatnya ia pulang .kliennya sedang makan malam
·         Tengah malam itu salju tidak turun

d)     Musim
·         musim dingin
“semua berpadu menjadi sihir kota Moskwa di musim dingin“.
·         musim semi
“akhirnya awal musim semi datang”.

e)      Hari jum’at
·         hari itu hari jum’at musim dingin masih bertahan

Ø  Latar Tempat
a)      kota Katedral
·      kota katedral itu seolah di selimuti jubah ihram orang-orang suci.Moskwa seolah memamerkan kaindahan sihirnya di musim dingin

b)      apertemen
·      akhirnya mereka sampai di depan pintu apertemen yang sering disebut kwartira.

c)      ruangan
·      begitu pintu dibuka nampak ruangan foyer yang terasa hangat.

d)     sofa
·      duduk termangu di sofa kamar President Soite Hotel tverskaya Inn.

e)      cermin
·      Yelena bangkit dan berdiri di depan cermin besar.

f)       ruang tamu
·      Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelana.

g)      dapur
·      ia beranjak ke dapur yang menyatu dengan ruang tamu.

h)      taman
·      melewati sebuah taman kecil,tiba-tiba Yelena berhanti.

i)        stasiun
·      mereka berdua sudah sampai di gerbang stasiun Metro Smolenskaya.
·      beberapa menit kemudian Metro berhanti di Stasiun Kentversilet.

j)        restoran
·      Pak Joko mengajak Ayyas memasuki Restoran Iyudi yang letaknya manghadap kanal untuk makan siang.

k)      pasar Vietnam
·      setelah itu ia berangkat menuju pasar Vietnam bersama Pak Joko Santoso.

l)        mobil
·      Doktor Anastasia mempersilahkan ayyas untuk masuk ke mobilnya dan duduk di sampingnya.

m)    kota Berlin
·      dengan menggunakan kereta Linor pergi meninggalkan Kiev menuju berlin.

n)      masjid Prospek Mira
·      masjid Prospek Mira penuh sesak oleh jamaah shalat jumat.

o)      pesawat
·      di atas pesawat dalam perjalanan pulang menuju Moskwa Devid mencium kening Yelena.

p)      kota Moskwa
·         kota moskwa nampak molek seumpama seorang yang begiu segar.

Ø  Latar Suasana
a)      sedih
·           sebentar kemudian tangisnya pecah.ia merasa sedih telah mangkhianati dirinya.
·           pagi itu Ayyas merasakan kesedihan luar biasa
·           “o”tidakkkkkkk! Tiba-tiba Linor menjerit dan menangis pilu atas kesedihannya.

b)      rindu
·           kerinduan pada buah hatinya itu pun memuncak.
·           rasa haru dan rindu kepada ibu kandungnya hadir begitu saja seolah berhembus menembus dada Linor sampai relung hat paling dalam

c)      kaget
·           Ayyas kaget bukan kepalang mendengar bahwa Yelena karena pernah memeluk agama Islam

d)     bahagia
·           Ayyas merasakan kebahagiaan luar biasa bahwa akhirnya ia melihat sebuah Masjid.

e)      Marah
·           mendengar kata-kata yang sangat memusuhi dan mengintimidasi itu kamarahan Ayyas semakin bertambah.
·           Anastasi benar-benar marah bercampur malu pada Ayyas.

4.    Sudut Pandang
a. Orang pertama
·           Karena dalam novel tersebut pengarang banyak bercerita tentang pengalaman dan memakai kata ganti dia.

b. Orang ketiga
·           Karena dalam novel tersebut menggunakan gaya nama orang.
                              
5.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan yaitu gaya bahasa ironi.

6.    Tokoh dan penokohan
Dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, teknik ekspositori (analitik) dan teknik dramatik dapat kita lihat melalui penjelasan di bawah ini:

(1)   Tokoh utama
(a)    Muhammas Ayyas
Muhammad Ayyas adalah tokoh yang baik, taat beragama, cerdas, gagah, ganteng, tinggi, dan ia juga memiliki sifat melankolis. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·      “Yas, kamu membuat aku pangkling. Sudah Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
 “Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa kar;Bena kamu sering makan daging unta waktu kuliah di Arab sana?” (Bumi Cinta, 2011: 11).

Dari `kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Ayyas yang dulu berbeda dengan Ayyas yang sekarang. Dia banyak mengalami perubahan secara fisik. Dalam kutipan tersebut, pengarang menggunakan teknik fisik tokoh untuk mengetahui ciri fisik yang dimiliki Ayyas. Bentuk fisik Ayyas sekarang lebih gagah dan ganteng, tidak seperti dulu kecil dan kerempeng.

·      “Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelena di ruang tamu. Yelena mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Ayyas. Pemuda yang pernah kuliah di Madinah itu banyak menunduk, ia berperang melawan dirinya sendiri, berusaha sekuat tenaga untuk menjaga pandangan” (Bumi Cinta, 2011: 50).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuat iman Ayyas, sehingga ia pun mampu menjaga imannya dari wanita cantik yakni Yelena yang ada dihadapannya.

·      “Ayyas terus terisak. Isakkan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya akan tersayat hatinya. Isakan seorang pecinta sejati, yang mencintai kekasihnya karena Allah pula. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seorang pecinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Taa’ala” (Bumi Cinta, 2011: 545).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa sedihnya dan romantisnya Ayyas ketika melihat Linor dalam keadaan Linor yang sedang sekarat. Air mata pun terus mengalir tatkala ia memandangi wajah Linor. Pada kutipan ini pengarang menggunakan teknik ekspositori yaitu secara langsung menggambarkan sifat Ayyas yang sedih karena kehilangan Linor, dan teknik dramatik yang berupa teknik reaksi tokoh Ayyas terhadap kejadian yang telah dilihatnya.

(2)   Tokoh bawahan
(a)      Yelena
Yelena adalah tokoh yang baik, melankolis, dan juga cantik. Namun, akibat dari ketidakadilan yang dialaminya, ia menjadi seorang penjaja cinta dengan menyamar menjadi gulde bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

·      “Dialah yang paling tahu apa yang terjadi pada batin dan jiwanya. Ia bahkan merasa sudah tidak lagi menjadi manusia yang sepenuhnya manusia. Rupanya memang cantik. Ia paham betul itu. namun jiwanya terus mengerang kesakitan. Ia jauh lebih memahaminya. “Yelena, Yelena, apa yang kau cari selama ini?” Ia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Sudah tiga tahun ia merasa tidak menjadi manusia. Sejak ia sampai di Moskwa dan bekerja menjamu hidung belang, sebagaimana yang baru saja dilakukannya dengan kliennya, ia merasa telah hilang kehormatannya sebagai manusia. Sering kali jiwanya menggugat. Hatinya merintih dalam diam. batinnya bahkan sudah sangat kesakitan ingin berhenti. Akal sehatnya ingin kembali hidup bersih, seperti saat ia merasakan damai dan bahagia bersama keluarganya dulu” (Bumi Cinta, 2011: 44).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuatnya harapan Yelena ingin kembali hidup normal seperti dulu lagi. tetapi semua sudah terjadi, ia pun kini menjadi wanita jalang yang hina dihadapan manusia.

·         “Cantik ya Yas? Ada darah Finland dalam dirinya. Kau beruntung. Kau akan tinggal satu apartemen dengannya. Gunakan kesempatan sebaik-baiknya” (Bumi Cinta, 2011: 30).

Dari kutipan di atas, kita dapat melihat pandangan Devid tentang kecantikan yang dimiliki oleh Yelena.Perlu diketahui, dari kedua kutipan di atas pengarang melukiskan tokoh Yelena menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan tokoh yang menggambarkan fisik Yelena yang cantik dan arus kesadaran, karena Yelena melakukan monolog dengan dirinya sendiri, sebenarnya siapa dirinya ini.

·         “Aku sangat heran pada orang yang hatinya telah jadi batu. Dalam keadaan sekarat ia ditolong oleh Tuhan, diberi kesempatan hidup, masih juga tidak percaya kepada Tuhan!” Sahut Ayyas dengan suara agak keras.
 “Yang kau maksud itu aku?” kata Yelena.
“Siapa lagi? Jawablah dengan jujur Yelena, ketika kau dalam keadaan kritis, dalam keadaan sekarat, hampir mati saat itu. Apa yang kau ingat? Siapa yang kau sebut namanya untuk kau mintai pertolongan? Jawablah dengan jujur, Yelena!”
Yelen terdiam. wajahnya berubah. Tubuhnya bergetar. Ia teringat saat ia sekarat tiada berdaya apa-apa, dan saat itu ia merasa nyawanya sudah samapi ditenggorokan mau melayang. Ia menyebut-nyebut Tuhan. ia minta tolong kepada Tuhan. Mata Yelena berkaca-kaca. Tapi mulutnya bungkam tidak bicara (Bumi Cinta, 2011 : 295-296).

Dari kutipan di atas, kita perlu ketahui bahwa Yelena sangat tersentuh atas penjelasan Ayyas. Dia tidak pernah menyadari bahwa selama ini yang telah menolongnya adalah Tuhan. perlu diketahui bahwa teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Yelena adalah menggunakan teknik pelukisan perasaan tokoh. Yakni mengenai masalah yang dihadapi oleh Linor tentang kepercayaan terhadap Tuhan.

(b)     Linor
Linor adalah seorang jurnalis, cantik, sekaligus jahat. Dia merupakan tokoh yang cuek dengan orang di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·       “Linor tidak mau bergabung saat ia ngobrol sambil minum the dengan Yelena. Kalau ketemu Linor hanya say hello lalu masuk ke kamarnya. Kalau tidak bekerja, Linor lebih asyik main musik di kamarnya. Terkadang main piano, tetapi lebih sering main biola. Meskipun kamar Linor sudah dibuat kedap suara, tapi sayatan biolanya tetap saja terdengar dari ruang tamu. Yang merangkapa jadi ruang tengah dan ruang makan” (Bumi Cinta, 2011: 57-58).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Linor sangat cuek terhadap orang-orang yang berada satu apartemen dengannya. Penggambaran untuk melukiskan tokoh Linor, pengarang menggunakan teknik ekspositori yakni secara langsung menggambarkan sifat Linor yang cuek.

·      “Gadis itu cantik ya Yas?” Gumam Devid sambil menunjuk ke arah gadis Rusia yang berdiri masuk mobil BMW SUV X5 hitam. Karena muka mobil itu berlawanan arah dengan taksi yang mereka tumpangi, namun wajah gadis Rusia itu nampak jelas. Dibungkus palto biru muda, syal putih dan penutup kepala biru tua, muka gadis Rusia itu itu nampak  putih bersih. Ia lalu berdiri tegak. Ia menenteng alat musik dan mencangklongkan ke punggungnya.

“Wuah menurutku cantik banget Yas. Itu kelihatannya gadis aristocrat, yang ia bawa kelihatannya biola!” Tambah Devid.
“Nggak tahu ah.” Jawab Ayyas.sekilas ia tetap melihat wajah gadis Rusia yang ditunjuk Devid” (Bumi Cinta, 2011: 23).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui kecantikan yang dimiliki oleh Linor melalui pandangan Devid saat berbicara kepada Ayyas. Perlu diketahui, penggambaran pengarang yang digunakan untuk melukiskan tokoh Linor menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh melalui percakapan.

·      “Ia harus membunuh lagi. kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus ia bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu bernama Rihem, putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria Rusia. Dan ia diminta agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang menggunacang dunia” (Bumi Cinta, 2011: 215).


Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui sifat yang ada pada diri Linor. Yang tak lain adalah seorang pembunuh yang bergabung dengan bos mafia yang ada di Moskwa, yang dapat melakukan apa saja termasuk memfitnah Ayyas. Penggambaran yang dugunakan oleh pengarang untuk pelukisan tokoh Linor, menggunakan teknik ekspositori.

(c)      Doktor Anastasia Palazzo
Anastasia Palazzo merupakan tokoh yang sangat cerdas, anggun dan baik hati. Dia juga merupakan penganut Kristen Ortodoks yang sangat kental. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·           “Yang membuatnya tidak nyaman adalah Doktor Anastasia Palazzo seorang perempuan muda. Cerdas, cantik, dan mempesona! Tiga karunia Tuhan yang jarang dipadukan kepada kaum hawa…” (Bumi Cinta, 2011: 97).

·           “…Anastasia dalam hati meminta perlindungan kepada Kritus agar jangan sampai tersesat seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia berdoa kepada Kritus agar Ayyas segera terbangun dari kebodohannya” (Bumi Cinta, 2011: 199).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Doktor Anastasia Palazzo adalah gadis yang sangat cantik dan sangat kuat dalam mempertahankan agamanya. Adapun teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Anastasia Palazzo adalah dengan menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh dan teknik arus kesadaran.

(d)     Devid
Devid merupakan orang yang baik, berkaca mata, gemuk, putih, dan juga humoris. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·           “Yas, kamu membuat aku pangkling. Sudah Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
 “Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa karena kamu sering makan daging unta waktu kuliah di Arab sana?”
“Ah Devid…Devid, caramu bicara kok tidak berubah masih suka guyon. Lha kamu sendiri ini tambah gemuk dan putih. Apa karena suka makan daging Beruang Putih selama kuliah di sini?”
“Beruangnya Mbahmu!” (Bumi Cinta, 2011: 11).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui ciri fisik yang dimiliki oleh Devid. Dia sekarang tambah gemuk dan juga putih. Pelukisan pengarang untuk menggambarkan tokoh Devid ini menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan, karena secara fisik tokoh devid dilakukan dengan cara percakapan.

·         “Baiklah kawan, aku mau turun dulu membelikan pengganjal perut untukmu. Kalau kau merasa ada yang perlu nitip sesuatu boleh?” Devid masuk kamar sambil menyeret koper hitam yang Nampak berat.
“Aku ikut saja!”
“Tidak usah. Kau istirahat saja. Kau harus segera memulihkan tenagamu. Kau tulis saja apa yang kau perlukan. “Pakai ini!” Devid mengulurkan pena dan secuil kertas dari sakunya” (Bumi Cinta, 2011: 38).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui kebaikan tokoh Devid. Devid banyak memberika bantuan kepada Ayyas walaupun hanya sekedar membelikan makanan. Penggambaran yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Devid menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan karena dalam melukiskan sifat tokoh Devid dapat dilihat melalui percakapan antara Devid dengan Ayyas.

7.    Amanat
Amanat merupakan pesan atau hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Amanat dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi hidup kita. Pembaca diharapkan dapat memetik amanat yang baik sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya amanat yang terkesan tidak baik justru dapat dijadikan perbandingan dalam menjalani kehidupan. Amanat yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy adalah bahwa kita harus dapat menjaga keimanan atau keyakinan kita yakni dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tanggung jawab dan berteguh hati dalam berusaha, tidak boleh putus asa atau menyerah untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Sebaliknya, kita harus tegar menjalani dengan penuh kesabaran seperti kesabaran yang dimiliki oleh tokoh Ayyas. Iman yang kuat dapat membawa kita ke dalam kehidupan yang lebih baik. Selain itu, kita sebagai umat manusia harus memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap sesama manusia, yakni saling berbagi, saling tolong menolong menuju jalan Allah serta selalu berdoa dam berusaha dan tetap tegar dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan liku-liku.











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami susun, dapat diambil kesimpulan bahwa prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Karya sastra yang berupa prosa lebih kita kenal dalam bentuk novel dan cerpen. Dalam penciptaan sebuah novel ataupun cerpen diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai unsur-unsur pembentuknya, seperti unsur intriksik. Unsur intrinsik itu sendiri meliputi tema, alur, tokoh dna penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.
3.2 Saran
Prosa merupakan sebuah karya sastra yang dalam penciptaannya tidaklah sesederhana yang kita pikirkan. Oleh karena itu, hendaknya seorang penikmat karya sastra yang yang sekaligus ingin menciptakan karya sastra harus memahami dan menguasai unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya karya sastra yang berbentuk prosa.






 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Massalah

Banyak hal yang dapat kita lihat dan kita alami dalam hidup ini. Hal-hal yang kita lihat dan kita alami ini sering kita sebut dengan pengalaman yang terkadang begitu dalam menyentuh perasaan dan kadang pula tidak. Sebagian membiarkannya berlalu dan sebagian lagi ada yang menuangkannya dalam bentuk prosa. Prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi.

Dalam penciptaan sebuah prosa, kita  harus  mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan prosa seperti mengenai unsur intrinsik dan  ekstrinsiknya.  Namun pada kenyataan di lapangan para penyair baru maupun pencipta sebuah karya prosa kurang memahami mengenai hal penting tersebut. Untuk itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah tersebut, agar bibit- bibit pencipta prosa dapat membuat sebuah karya dengan baik dan indah.

1.2  Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1        Apakah pengertian dari prosa ?
1.2.2        Unsur-unsur apa sajakah yang ada dalam sebuah prosa ?
1.2.3        Bagaimanakah hasil analisis unsur intrinsik dalam sebuah prosa?

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antar lain :
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan apresiasi sastra Indonesia.
2.      Agar para mahasiswa khususnya calon guru bahasa Indonesia dapat mengetahui lebih terperinci tentang unsur intrinsik sebuah  prosa.
BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Prosa

Prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Dalam buku pengantar Seni Sastra Slamet Mulyana mengemukakan istilah prosa berasal dari bahasa Latin “Oratio Provorsa” yang berarti ucapan langsung, bahasa percakapan, sehingga prosa berarti bahasa bebas, bercerita, ucapan langsung. Secara etimologis ini maksudnya ialah mengungkapkan apa yang ia rasakan, diketahui dan dimaksudkan pengarang, diucapkan dengan bahasa yang langsung dan bebas, tidak memerlukan bahasa yang rumitseperti puisi.

Prosa yang bersifat sastra haruslah memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi, kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan. Jadi, dapat disimpulkan prosa adalah karangan bebas yang mengekspresikan pengalaman batin pengarang mengenai masalah kehidupan dalam bentuk dan isi yang harmonis yang menimbulkan kesan estetik.

2.2 Unsur Pembangun Prosa

Sebagai cerita fiksi, novel mempunyai unsur-unsur cerita baik intrinsik maupun ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar unsur inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur intrinsik yang dimaksud meliputi tema, plot, penokohan, setting atau latar. Sudut pandang,  dan amanat.


a.      Tema
Menurut KBBI (2007: 1164) tema adalah pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak).” Sedangkan menurut Stanton (2007: 36) “tema merupakan aspek yang sejajr dengan makna dalam pengalaman manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.”

Burhan Nurgiyantoro (2010: 25) menyatakan bahwa “tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, tema dapat bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.”Senada dengan pendapat tersebut, Kosasih (2008: 223) menyatakan bahwa “tema adalah inti atau ide dasar sebuah cerita .”
Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel.  Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan sebuah cerita.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gaagasan utama dalam suatu cerita yang digunakan sebagai dasar pengembangan sebuah cerita yang digarap oleh pengarang agar ceritanya itu tidak keluar dari gagasan awal yang telah ditentukan sebelumnya.
b.      Alur (Plot)

Menurut Sayuti (dalam Wiyatmi, 2009: 36) “alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengah, akhir.” “Alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita” (Semi, 2004:43). Selanjutnya, Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010:113) menyatakan bahwa “plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat, peristiwa  yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah urutan peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita yang saling berkesinambungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

Plot dalam sebuah karya sastra tidak selalu menyajikan cerita berdasarkan pada urutan waktu cara  secara kronologis. Akan  tetapi, terkadang akhir sebuah cerita terletak di awal atau di tengah cerita. Jadi, tidak selalu awal sebuah cerita merupakan awal sebuah cerita, bisa jadi terletak dimanapun tergantung pada kemauan pengarang.

Burhan Nurgiyantoro (2010:142) menyatakan secara teoritis tahapan sebuah plot sebagai berikut :
a)    Tahap awal, tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya, misalnya berupa penunjukkan atau pengenalan latar seperti nama tempat, suasana alam, dan waktu kejadian (pendeskripsian setting). Pada tahap ini tokoh diperkenalkan, baik deskripsi fisik atau sedikit disinggung perwatakannya. Jadi, fungsi utama tahap awal yaitu untuk mendeskripsikan latar dan penokohan.
b)   Tahap tengah, disebut juga tahap pertikaian atau tahap komplikasi. Konflik-konflik yang sudah mulai muncul di bagian awal cerita semakin meningkat.
c)    Tahap akhir, disebut juga tahap peleraian, menampilkan adegan-adegan tertentu sebagai akibat klimaks, tahap ini disebut dengan denoument atau penyelesaian. Tahap ini berisi bagaimana akhir sebuah cerita, penentuan nasib seorang tokoh.



c.       Tokoh dan Penokohan

Dalam pembicaraan Fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama. Istilah “tokoh“ menunjuk pada orangnya, pelaku ceritanya. Sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yang menunjuk pada penempatan tertentu dalam sebuah cerita.

Dengan demikian istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya dari pada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan, dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca  (Burhan Nurgiyantoro, 2010 : 166)


Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendoninasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita. Dan tokoh yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Dipihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010: 178) Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, maka tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh protagonist dan tokoh antagonis. Tokoh pritagonis yaitu tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawatan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik.

Secara garis besar “teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatik. (Alternberg dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 194 ).
1)    Teknik ekpositori
Teknik ini sering disebut dengan teknik analitis. Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.  Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.

2)    Teknik dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilakan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.  Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu sebagai berikut :

a)      Teknik cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel umunya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang.

Menurut Fadlan (2010: 63) “teknik cakapan tercakup ragam duolog dan monolog. Duolog adalah cakapan antara dua orang saja, sedangkan dialog merupakan percakapan yang dilakukan seorang tokoh dengan banyak tokoh.”

Teknik cakapan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Rudio menata kursi bagi ayahnya. Mereka hanya berdua karena Bu Gono langsung ke dalam mengambil teh.
“Jadi kau tinggal bersama bibimu di sini?”
“Ya, Ayah…”
“Sekolahmu ?”
“Di STM, kelas tiga. Empat bulan lagi ujian.”
“Syukurlah. Dan adik-adikmu?”
“Tini tinggal bersama ibu. Dia hanya menamatkan SMP.”
“Dan Tono meninggal?”
“Benar, Ayah. Sudah satu tahun. Saya dilarang memberi kabar kepada Ayah. Hanya akan menambah beban pikiran Ayah, begitu kata Ibu.”
“Oh ya, tak mengapa. Seorang seperti Ayah ini sudah terlalu sering mengalami hal yang menyedihkan. Lupakan itu. tetapi dimana pamanmu? Tampaknya kok sepi-sepi saja?” (Kubah: 29).


Cakapan itu adalah percakapan antara Karman dengan anaknya Rudio, anak lelakinya yang telah ditinggal selama dua belas tahun karena dipenjara di pulau B. Melalui cakapan tersebut, membesitkan hubungan yang akrab antara ayah dan anak, sekaligus menunjukkan sifat kebapakan tokoh Karman yang menaruh perhatian pada keluarganya yang selama itu ditinggal.

b)      Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat non verbal. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.

c)      Teknik pikiran dan perasaan
Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan serta apa yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal  akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya jua. Bahkan, pada hakikatnya , tingkah laku, pikiran dan perasaanlah yang kemudian diejawatahkan menjadi tingkah laku verbal dan non verbal itu.  dengan demikian teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.

d)     Teknik arus kesadaran
Teknik ini berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh.
‘Teknik arus kesadaran merupakan cara penceritaan untuk menangkap dan melukiskan perkembangan karakterisasi, dimana persepsi bercampur dengan kesadaran, kenangan dan perasaan. Teknik jenis ini biasanya muncul dalam cakapan batin yang berupa monolog dan solilokui. Ragam monolog adalah cakapan batin yang seolah-olah menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah lampau, peristiwa-peristiwa, dan perasaan-perasaan yang sudah terjadi atau bahkan yang sedang terjadi. Sedangkan ragam solilakui merupakan ragam cakapan batin yang menyarankan hal-hal, tindakan-tindakan, kejadian-kejadian, perasaan dan pemikiran yang masih akan terjadi atau mendasari pikiran yang akan datang.(Fadlan Wahyudi, 2010 :66).

e)      Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, sikap-tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

f)       Teknik reaksi tokoh lain
Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.

g)      Teknik pelukisan latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu, memang dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca.

h)      Teknik pelukisan fisik
Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik yang khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinnatif.

d.      Setting atau Latar

Menurut Abram (dalam Nurgiantoro, 2010 : 216) “latar atau setting sering juga disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Sedangkan menurut KBBI (2007: 643) “latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.”

Burhan Nurgiantoro (2010: 227) mengemukakan bahwa latar terdiri dari tiga unsur pokok yang meliputi latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan“ terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar itu adalah tempat terjadinya suatu peristiwa dalam suatu karya sastra yang mencakup latar fisik, sosial, dan waktu.

e.       Sudut Pandang atau Pusat Pengisahan

Sudut pandang dalam karya fiksi (novel) mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana peristiwa atau tindakan itu dilihat.”(Burhan Nurgiyantoro, 2010: 246).

Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 248) sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dapat digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembacanya.


Sedangkan menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2010: 246) sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang atau pusat pengisahan yang ada dalam sebuah cerita terdapat hubungan antara pengarang dengan alam fiktif ceritanya sehingga dapat diketahui posisi pengarang di dalam cerita.

Burhan Nurgiyantoro (2010: 256) membedakan sudut pandang menjadi tiga macam yaitu:
(a)    Sudut pandang persona ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “Dia”, pengarang adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh utama khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti.

(b)   Sudut pandang persona pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama, “Aku”, pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.

(c)    Sudut pandang campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat. Persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan. Bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga.

f.       Amanat

Karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau topik cerita ada kalanya diselesaikan secara positif ataupun secara negatif. Dari karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang. Hal itulah yang disebut dengan amanat.

Menurut KBBI (2007: 37) “amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau pendengarnya.” Sejalan dengan pengertian tersebut, Burhan Nurgiyantoro (2010: 322) juga mengatakan bahwa “amanat adalah pesan atau hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup.” Melalui cerita,sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra yang diciptakan.

g.      Gaya Bahasa

Menurut KBBI (2007: 340) Gaya Bahasa adalah “pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis atau cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.”

Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 237) “gaya  bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan suatu yang akan dikemukakan.” Senada dengan pendapat di atas, Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 2010: 277) “gaya bahasa menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk tujuan tertentu.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mewakili kepribadiannya melalui pemakaian bahasa yang khas.

2.3    Analisis Unsur Intrinsik Prosa
a.    Analisis Unsur Intrinsik Novel Bumi Cinta Karya
1.    Tema
Kisah seorang pria berkewarga negaraan Indonesia yang bernama Muhammad Ayyas yang dikisahkan menjadi seorang peneliti di MGU,yang mendapat banyak cobaan saat berada di Moskwo-Rusia.

2.    Alur/Plot
Alur cerita Kang Abik berlalu begitu enak untuk diikuti. Tidak seperti AAC dimana tokoh utamanya masuk penjara. Kali ini Ayyas bebas dari tuduhan fitnah karena berhasil memiliki alibi yang cukup kuat. Ceritanya memang mengasyikkan pembaca. Di tutup dengan happy ending -meski Linor meninggal- dan dibumbui dengan keberhasilan Ayyas mendakwahkan Islam di Rusia. Namun, masih saja banyak alur yang perlu diperjelas agar lebih utuh novel ini.

Alur yang terdapat dalam cerita ini adalah
1)      Alur maju : Di alur maju ini kang abik bercerita tentang apa yang akan di laksanakan selama ayyas berada di rusia.
Contohnya: Dan beberapa saat kemudian mulai memasuki pusat kota moskua.

2)      Alur mundur : Di alur ini kang abik menceritakan tentang pada saat Ayyas masih duduk di bangku sekolah.
Contohnya: Ah,iya iya,dulu sejak SMP sempat di juluki bandit kecil sama ibu Tyas. Beberapa tahun yang lalu, aku di panggil sama ulama itu diajak ngobrol.
3.    Latar/Setting
Ø   Latar Waktu
a)      Pagi
·         Setiap kali Yelena mengajak berbicara di pagi hari sebelum Yelena berangkat kerja
·         Pagi itu adalah subuh ketiga Ayyas di Moskwa
·         Sudahlah tak perlu berdabat kita nikmati saja keindahan pagi ini
·         Pagi itu,pukul sembilan kurang seperempat Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU.

b)      Siang
·         Siang itu Moskwa terasa lebih cerah dari biasanya
·         Hidangan makan siang itu ditutup dengan bauh-buahan

c)      Malam         
·         Sudah saatnya ia pulang .kliennya sedang makan malam
·         Tengah malam itu salju tidak turun

d)     Musim
·         musim dingin
“semua berpadu menjadi sihir kota Moskwa di musim dingin“.
·         musim semi
“akhirnya awal musim semi datang”.

e)      Hari jum’at
·         hari itu hari jum’at musim dingin masih bertahan

Ø  Latar Tempat
a)      kota Katedral
·      kota katedral itu seolah di selimuti jubah ihram orang-orang suci.Moskwa seolah memamerkan kaindahan sihirnya di musim dingin

b)      apertemen
·      akhirnya mereka sampai di depan pintu apertemen yang sering disebut kwartira.

c)      ruangan
·      begitu pintu dibuka nampak ruangan foyer yang terasa hangat.

d)     sofa
·      duduk termangu di sofa kamar President Soite Hotel tverskaya Inn.

e)      cermin
·      Yelena bangkit dan berdiri di depan cermin besar.

f)       ruang tamu
·      Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelana.

g)      dapur
·      ia beranjak ke dapur yang menyatu dengan ruang tamu.

h)      taman
·      melewati sebuah taman kecil,tiba-tiba Yelena berhanti.

i)        stasiun
·      mereka berdua sudah sampai di gerbang stasiun Metro Smolenskaya.
·      beberapa menit kemudian Metro berhanti di Stasiun Kentversilet.

j)        restoran
·      Pak Joko mengajak Ayyas memasuki Restoran Iyudi yang letaknya manghadap kanal untuk makan siang.

k)      pasar Vietnam
·      setelah itu ia berangkat menuju pasar Vietnam bersama Pak Joko Santoso.

l)        mobil
·      Doktor Anastasia mempersilahkan ayyas untuk masuk ke mobilnya dan duduk di sampingnya.

m)    kota Berlin
·      dengan menggunakan kereta Linor pergi meninggalkan Kiev menuju berlin.

n)      masjid Prospek Mira
·      masjid Prospek Mira penuh sesak oleh jamaah shalat jumat.

o)      pesawat
·      di atas pesawat dalam perjalanan pulang menuju Moskwa Devid mencium kening Yelena.

p)      kota Moskwa
·         kota moskwa nampak molek seumpama seorang yang begiu segar.

Ø  Latar Suasana
a)      sedih
·           sebentar kemudian tangisnya pecah.ia merasa sedih telah mangkhianati dirinya.
·           pagi itu Ayyas merasakan kesedihan luar biasa
·           “o”tidakkkkkkk! Tiba-tiba Linor menjerit dan menangis pilu atas kesedihannya.

b)      rindu
·           kerinduan pada buah hatinya itu pun memuncak.
·           rasa haru dan rindu kepada ibu kandungnya hadir begitu saja seolah berhembus menembus dada Linor sampai relung hat paling dalam

c)      kaget
·           Ayyas kaget bukan kepalang mendengar bahwa Yelena karena pernah memeluk agama Islam

d)     bahagia
·           Ayyas merasakan kebahagiaan luar biasa bahwa akhirnya ia melihat sebuah Masjid.

e)      Marah
·           mendengar kata-kata yang sangat memusuhi dan mengintimidasi itu kamarahan Ayyas semakin bertambah.
·           Anastasi benar-benar marah bercampur malu pada Ayyas.

4.    Sudut Pandang
a. Orang pertama
·           Karena dalam novel tersebut pengarang banyak bercerita tentang pengalaman dan memakai kata ganti dia.

b. Orang ketiga
·           Karena dalam novel tersebut menggunakan gaya nama orang.
                              
5.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan yaitu gaya bahasa ironi.

6.    Tokoh dan penokohan
Dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, teknik ekspositori (analitik) dan teknik dramatik dapat kita lihat melalui penjelasan di bawah ini:

(1)   Tokoh utama
(a)    Muhammas Ayyas
Muhammad Ayyas adalah tokoh yang baik, taat beragama, cerdas, gagah, ganteng, tinggi, dan ia juga memiliki sifat melankolis. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·      “Yas, kamu membuat aku pangkling. Sudah Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
 “Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa kar;Bena kamu sering makan daging unta waktu kuliah di Arab sana?” (Bumi Cinta, 2011: 11).

Dari `kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Ayyas yang dulu berbeda dengan Ayyas yang sekarang. Dia banyak mengalami perubahan secara fisik. Dalam kutipan tersebut, pengarang menggunakan teknik fisik tokoh untuk mengetahui ciri fisik yang dimiliki Ayyas. Bentuk fisik Ayyas sekarang lebih gagah dan ganteng, tidak seperti dulu kecil dan kerempeng.

·      “Ayyas terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelena di ruang tamu. Yelena mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Ayyas. Pemuda yang pernah kuliah di Madinah itu banyak menunduk, ia berperang melawan dirinya sendiri, berusaha sekuat tenaga untuk menjaga pandangan” (Bumi Cinta, 2011: 50).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuat iman Ayyas, sehingga ia pun mampu menjaga imannya dari wanita cantik yakni Yelena yang ada dihadapannya.

·      “Ayyas terus terisak. Isakkan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya akan tersayat hatinya. Isakan seorang pecinta sejati, yang mencintai kekasihnya karena Allah pula. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seorang pecinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Taa’ala” (Bumi Cinta, 2011: 545).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa sedihnya dan romantisnya Ayyas ketika melihat Linor dalam keadaan Linor yang sedang sekarat. Air mata pun terus mengalir tatkala ia memandangi wajah Linor. Pada kutipan ini pengarang menggunakan teknik ekspositori yaitu secara langsung menggambarkan sifat Ayyas yang sedih karena kehilangan Linor, dan teknik dramatik yang berupa teknik reaksi tokoh Ayyas terhadap kejadian yang telah dilihatnya.

(2)   Tokoh bawahan
(a)      Yelena
Yelena adalah tokoh yang baik, melankolis, dan juga cantik. Namun, akibat dari ketidakadilan yang dialaminya, ia menjadi seorang penjaja cinta dengan menyamar menjadi gulde bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

·      “Dialah yang paling tahu apa yang terjadi pada batin dan jiwanya. Ia bahkan merasa sudah tidak lagi menjadi manusia yang sepenuhnya manusia. Rupanya memang cantik. Ia paham betul itu. namun jiwanya terus mengerang kesakitan. Ia jauh lebih memahaminya. “Yelena, Yelena, apa yang kau cari selama ini?” Ia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Sudah tiga tahun ia merasa tidak menjadi manusia. Sejak ia sampai di Moskwa dan bekerja menjamu hidung belang, sebagaimana yang baru saja dilakukannya dengan kliennya, ia merasa telah hilang kehormatannya sebagai manusia. Sering kali jiwanya menggugat. Hatinya merintih dalam diam. batinnya bahkan sudah sangat kesakitan ingin berhenti. Akal sehatnya ingin kembali hidup bersih, seperti saat ia merasakan damai dan bahagia bersama keluarganya dulu” (Bumi Cinta, 2011: 44).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa kuatnya harapan Yelena ingin kembali hidup normal seperti dulu lagi. tetapi semua sudah terjadi, ia pun kini menjadi wanita jalang yang hina dihadapan manusia.

·         “Cantik ya Yas? Ada darah Finland dalam dirinya. Kau beruntung. Kau akan tinggal satu apartemen dengannya. Gunakan kesempatan sebaik-baiknya” (Bumi Cinta, 2011: 30).

Dari kutipan di atas, kita dapat melihat pandangan Devid tentang kecantikan yang dimiliki oleh Yelena.Perlu diketahui, dari kedua kutipan di atas pengarang melukiskan tokoh Yelena menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan tokoh yang menggambarkan fisik Yelena yang cantik dan arus kesadaran, karena Yelena melakukan monolog dengan dirinya sendiri, sebenarnya siapa dirinya ini.

·         “Aku sangat heran pada orang yang hatinya telah jadi batu. Dalam keadaan sekarat ia ditolong oleh Tuhan, diberi kesempatan hidup, masih juga tidak percaya kepada Tuhan!” Sahut Ayyas dengan suara agak keras.
 “Yang kau maksud itu aku?” kata Yelena.
“Siapa lagi? Jawablah dengan jujur Yelena, ketika kau dalam keadaan kritis, dalam keadaan sekarat, hampir mati saat itu. Apa yang kau ingat? Siapa yang kau sebut namanya untuk kau mintai pertolongan? Jawablah dengan jujur, Yelena!”
Yelen terdiam. wajahnya berubah. Tubuhnya bergetar. Ia teringat saat ia sekarat tiada berdaya apa-apa, dan saat itu ia merasa nyawanya sudah samapi ditenggorokan mau melayang. Ia menyebut-nyebut Tuhan. ia minta tolong kepada Tuhan. Mata Yelena berkaca-kaca. Tapi mulutnya bungkam tidak bicara (Bumi Cinta, 2011 : 295-296).

Dari kutipan di atas, kita perlu ketahui bahwa Yelena sangat tersentuh atas penjelasan Ayyas. Dia tidak pernah menyadari bahwa selama ini yang telah menolongnya adalah Tuhan. perlu diketahui bahwa teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Yelena adalah menggunakan teknik pelukisan perasaan tokoh. Yakni mengenai masalah yang dihadapi oleh Linor tentang kepercayaan terhadap Tuhan.

(b)     Linor
Linor adalah seorang jurnalis, cantik, sekaligus jahat. Dia merupakan tokoh yang cuek dengan orang di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·       “Linor tidak mau bergabung saat ia ngobrol sambil minum the dengan Yelena. Kalau ketemu Linor hanya say hello lalu masuk ke kamarnya. Kalau tidak bekerja, Linor lebih asyik main musik di kamarnya. Terkadang main piano, tetapi lebih sering main biola. Meskipun kamar Linor sudah dibuat kedap suara, tapi sayatan biolanya tetap saja terdengar dari ruang tamu. Yang merangkapa jadi ruang tengah dan ruang makan” (Bumi Cinta, 2011: 57-58).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Linor sangat cuek terhadap orang-orang yang berada satu apartemen dengannya. Penggambaran untuk melukiskan tokoh Linor, pengarang menggunakan teknik ekspositori yakni secara langsung menggambarkan sifat Linor yang cuek.

·      “Gadis itu cantik ya Yas?” Gumam Devid sambil menunjuk ke arah gadis Rusia yang berdiri masuk mobil BMW SUV X5 hitam. Karena muka mobil itu berlawanan arah dengan taksi yang mereka tumpangi, namun wajah gadis Rusia itu nampak jelas. Dibungkus palto biru muda, syal putih dan penutup kepala biru tua, muka gadis Rusia itu itu nampak  putih bersih. Ia lalu berdiri tegak. Ia menenteng alat musik dan mencangklongkan ke punggungnya.

“Wuah menurutku cantik banget Yas. Itu kelihatannya gadis aristocrat, yang ia bawa kelihatannya biola!” Tambah Devid.
“Nggak tahu ah.” Jawab Ayyas.sekilas ia tetap melihat wajah gadis Rusia yang ditunjuk Devid” (Bumi Cinta, 2011: 23).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui kecantikan yang dimiliki oleh Linor melalui pandangan Devid saat berbicara kepada Ayyas. Perlu diketahui, penggambaran pengarang yang digunakan untuk melukiskan tokoh Linor menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh melalui percakapan.

·      “Ia harus membunuh lagi. kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus ia bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu bernama Rihem, putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria Rusia. Dan ia diminta agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang menggunacang dunia” (Bumi Cinta, 2011: 215).


Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui sifat yang ada pada diri Linor. Yang tak lain adalah seorang pembunuh yang bergabung dengan bos mafia yang ada di Moskwa, yang dapat melakukan apa saja termasuk memfitnah Ayyas. Penggambaran yang dugunakan oleh pengarang untuk pelukisan tokoh Linor, menggunakan teknik ekspositori.

(c)      Doktor Anastasia Palazzo
Anastasia Palazzo merupakan tokoh yang sangat cerdas, anggun dan baik hati. Dia juga merupakan penganut Kristen Ortodoks yang sangat kental. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·           “Yang membuatnya tidak nyaman adalah Doktor Anastasia Palazzo seorang perempuan muda. Cerdas, cantik, dan mempesona! Tiga karunia Tuhan yang jarang dipadukan kepada kaum hawa…” (Bumi Cinta, 2011: 97).

·           “…Anastasia dalam hati meminta perlindungan kepada Kritus agar jangan sampai tersesat seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia berdoa kepada Kritus agar Ayyas segera terbangun dari kebodohannya” (Bumi Cinta, 2011: 199).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Doktor Anastasia Palazzo adalah gadis yang sangat cantik dan sangat kuat dalam mempertahankan agamanya. Adapun teknik yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Anastasia Palazzo adalah dengan menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik pelukisan fisik tokoh dan teknik arus kesadaran.

(d)     Devid
Devid merupakan orang yang baik, berkaca mata, gemuk, putih, dan juga humoris. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
·           “Yas, kamu membuat aku pangkling. Sudah Sembilan tahun kita tidak bertemu. Kamu sekarang jauh lebih gagah dan lebih ganteng dari Ayyas saat SMP dulu. Kata pemuda berkaca mata.
 “Ah yang benar aja Dev? Sahut Ayyas.
“Sungguh. Dulu kamu itu paling kecil dan paling kerempeng di kelas. Sekarang jadi tinggi dan lumayan gagah. Tidak menyangka. Apa karena kamu sering makan daging unta waktu kuliah di Arab sana?”
“Ah Devid…Devid, caramu bicara kok tidak berubah masih suka guyon. Lha kamu sendiri ini tambah gemuk dan putih. Apa karena suka makan daging Beruang Putih selama kuliah di sini?”
“Beruangnya Mbahmu!” (Bumi Cinta, 2011: 11).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui ciri fisik yang dimiliki oleh Devid. Dia sekarang tambah gemuk dan juga putih. Pelukisan pengarang untuk menggambarkan tokoh Devid ini menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan, karena secara fisik tokoh devid dilakukan dengan cara percakapan.

·         “Baiklah kawan, aku mau turun dulu membelikan pengganjal perut untukmu. Kalau kau merasa ada yang perlu nitip sesuatu boleh?” Devid masuk kamar sambil menyeret koper hitam yang Nampak berat.
“Aku ikut saja!”
“Tidak usah. Kau istirahat saja. Kau harus segera memulihkan tenagamu. Kau tulis saja apa yang kau perlukan. “Pakai ini!” Devid mengulurkan pena dan secuil kertas dari sakunya” (Bumi Cinta, 2011: 38).

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui kebaikan tokoh Devid. Devid banyak memberika bantuan kepada Ayyas walaupun hanya sekedar membelikan makanan. Penggambaran yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh Devid menggunakan teknik dramatik yang berupa teknik cakapan karena dalam melukiskan sifat tokoh Devid dapat dilihat melalui percakapan antara Devid dengan Ayyas.

7.    Amanat
Amanat merupakan pesan atau hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Amanat dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi hidup kita. Pembaca diharapkan dapat memetik amanat yang baik sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya amanat yang terkesan tidak baik justru dapat dijadikan perbandingan dalam menjalani kehidupan. Amanat yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy adalah bahwa kita harus dapat menjaga keimanan atau keyakinan kita yakni dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tanggung jawab dan berteguh hati dalam berusaha, tidak boleh putus asa atau menyerah untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Sebaliknya, kita harus tegar menjalani dengan penuh kesabaran seperti kesabaran yang dimiliki oleh tokoh Ayyas. Iman yang kuat dapat membawa kita ke dalam kehidupan yang lebih baik. Selain itu, kita sebagai umat manusia harus memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap sesama manusia, yakni saling berbagi, saling tolong menolong menuju jalan Allah serta selalu berdoa dam berusaha dan tetap tegar dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan liku-liku.











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami susun, dapat diambil kesimpulan bahwa prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita atau narasi. Karya sastra yang berupa prosa lebih kita kenal dalam bentuk novel dan cerpen. Dalam penciptaan sebuah novel ataupun cerpen diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai unsur-unsur pembentuknya, seperti unsur intriksik. Unsur intrinsik itu sendiri meliputi tema, alur, tokoh dna penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.
3.2 Saran
Prosa merupakan sebuah karya sastra yang dalam penciptaannya tidaklah sesederhana yang kita pikirkan. Oleh karena itu, hendaknya seorang penikmat karya sastra yang yang sekaligus ingin menciptakan karya sastra harus memahami dan menguasai unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya karya sastra yang berbentuk prosa.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar